Pernahkah sebagai orang tua bingung melihat anak yang tiba-tiba enggan sekolah, malas mengerjakan PR, atau mudah marah saat belajar? Banyak orang tua yang buru-buru menyimpulkan bahwa anak "nakal" atau "malas". Padahal, di balik sikap itu sering tersembunyi cerita lain tentang bagaimana ia diperlakukan, baik di sekolah maupun di rumah.
Dalam psikologi pendidikan, emosi memegang peran besar dalam keberhasilan belajar. Anak yang merasa aman, dihargai, dan dicintai biasanya lebih bersemangat menerima pelajaran. Sebaliknya, anak yang sering dibandingkan, ditekan, atau dimarahi karena kesalahan kecil justru mudah kehilangan percaya diri.
Di rumah, pola asuh orang tua menjadi fondasi utama. Ucapan sederhana seperti, "Ayah bangga kamu sudah berusaha," Â bisa menenangkan hati anak lebih dalam daripada seribu kali nasihat tentang rajin belajar. Sementara di sekolah, guru yang peka terhadap emosi siswa dapat membantu menciptakan suasana kelas yang nyaman, di mana anak tak takut salah dan berani mencoba.
Orang tua dan guru sejatinya memegang peran yang sama: menjadi penyemai rasa aman. Sebab, anak yang merasa diterima apa adanya akan lebih terbuka, lebih berani, dan lebih kuat menghadapi tantangan. Pendidikan bukan hanya soal pengetahuan yang masuk ke kepala, tapi juga perasaan yang tumbuh di hati. Jika emosi anak terjaga, maka semangat belajarnya akan menyala.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI