Di meja ada segelas kopi  dan buku .
Aromanya mengepul perlahan.
seperti percakapan sederhana di sebuah ruangan.
Novel yang ku baca saat ini, bukan sekadar kisah yang ditulis indah,
melainkan percakapan antara nurani dan waktu.
Penulis Tere Liye menyusun realitas kata dengan ketenangan.
Seolah mengajak pembaca, merenungi makna .
Rasa pahitnya  kopi, aku ajak berbaur untuk menemani  waktu.
Dari rasa pahitnya kopi, aku belajar.
Bahwa setiap tegukan adalah bentuk penerimaan.
Bahasa Tere Liye mengalir seperti suara air sungai.
tenang, jernih, membawa kedalaman.
Setiap paragraf menjadi ruang untuk berhenti sejenak,
memahami makna kasih dan waktu,
Objek kegiatanku mungkin hanya ilusi.
Namun membawa ingatan, serta tempat asalnya.
Bagaikan tumbuh  dengan refleksi dan ketidaksempurnaan.
Kopi dingin tinggal separuh, buku aku tutup perlahan.
Namun kata-kata itu tetap hidup dalam benak dan perjalanan .
Purwokerto, by DLA
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI