Mohon tunggu...
Dianna FitriaNovita
Dianna FitriaNovita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

Mendengarkan musik, menonton film, menulis, bersepeda

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hari Bersamanya Saat SMA

27 April 2024   19:20 Diperbarui: 27 April 2024   19:23 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Agustus 2018 aku bertemu dia di kelas MIPA 5 untuk pertama kalinya. Dulu aku pernah bertemu dengannya, tapi tidak mengenalnya hanya sekedar tahu dia satu sekolah denganku. Awalnya, aku tidak menjadi teman sebangku-nya. Namun, karena guru bahasa Indonesia memintaku pindah untuk satu bangku dengannya aku melakukannya. 

Bukan tanpa sebab, kami memang harus satu bangku untuk mendapatkan pinjaman buku paket sekolah. Saat itu keterbatasan jumlah buku paket sekolah membuat pihak sekolah membuat kebijakan 1 bangku (2 anak) mendapatkan 1 buku paket sekolah per mata pelajaran.

Aku masih ingat bagaimana cara dia memanggilku untuk mengajak satu bangku dengannya. Caranya dengan melambaikan tangannya seperti sedang mengajak anak kecil pergi menuju ke arahnya. Itulah yang membuat sekelas tertawa geli, termasuk guru bahasa Indonesia kamu. Rasanya kami sulit percaya bahwa orang berperawakan tinggi dan seorang atlet sepertinya bisa memanggil temannya sekelas dengan cara unik dan  se-menggelitik itu.

Pada awalnya kami benar-benar merasa cukup canggung saat harus menjadi rekan satu bangku. Aku hanya terdiam tanpa kata. Dia sedang kebingungan dan terus berpikir keras untuk menentukan apa yang seharusnya dia lakukan. Dia kemudian memberanikan diri mulai mengajukan pertanyaan dengan topik yang ringan dan disitulah rasa canggung kami mulai sedikit mereda.

Kami rekan satu bangku yang cukup kompak, bisa dibilang kita masuk kategori siswa teladan (telat datang pulang duluan). Bahkan, kita memiliki hobi sama saat jam kosong ataupun istirahat tiba. Tidak lain dan tidak bukan adalah tidur di bangku kelas. Adakalanya kami memang mengalami insomnia. Jadi, tidak heran apabila kami sering tidur di kelas.

Dalam hal kepribadian jika dilihat sepintas mungkin kami seperti berbeda 180°. Dia cukup ekstrovert sedangkan aku introvert. Dia suka berteman dengan banyak orang. Sedangkan aku tidak begitu bisa dekat dengan orang lain. Aku mengalami kesulitan bersosialisasi saat itu.

Beruntung dia dan teman sekelasku selalu berusaha mengerti aku. Mereka cenderung lebih aktif mengajakku berbicara atau bersosialisasi. Aku merasa sangat beruntung ada di kelas itu. Ditambah ada ketua kelasku yang baik hati dan selalu siap membantu dalam berbagai hal.

Aku dan dia punya kemiripan yaitu sifat keras kepala yang kami miliki. Hanya saja dia memperlihatkan sisi itu sedangkan aku tidak begitu memperlihatkannya kecuali jika sudah mengenalku dengan baik.

Kita punya pandangan politik yang sama saat itu. Kita berdua mendukung capres-cawapres yang sama. Sedangkan sebagian besar teman sekelas kami memilih capres-cawapres yang berbeda dengan kita berdua. Dia selalu berdebat dengan temanku yang berbeda pandangan politik tanpa lelah. Aku lebih memilih diam, tidak ingin menambah suasana menjadi lebih panas dalam perdebatan mereka.

Kita berusaha menjadi support system bagi satu sama lain. Dia sering menyemangatiku begitupun aku juga berusaha demikian. Dia sering mengatakan kapan dia latihan atau bertanding. Aku pun berusaha mendukungnya melalui chat WhatsApp. Jujur, aku tidak pernah datang ke pertandingannya. Aku takut banyak yang sadar bahwa ternyata dia orang yang aku sukai dan cintai saat SMA.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun