Mohon tunggu...
Diana Putri
Diana Putri Mohon Tunggu... Guru - On Proses

Berdamai dengan diri sendiri adalah bentuk rasa syukur kepada Sang Maha

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Persimpangan Kuning

4 Februari 2021   18:19 Diperbarui: 4 Februari 2021   18:44 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pukul 20.00 WIB kumpulan persyaratan terpenuhi. Tumpukan kertas putih mengisi ruang beralaskan selimut kuning berjumlah 5 rangkap. Arunika yang sedang mengintip nampak malu-malu, karena map kuning belum sampai pada tempat yang dituju.

            Dersik pagi sedikit mengusik gendang telinga. Langit-langit biru tengah bersanding dengan awan putih, dikelilingi kepakan sayap-sayap hitam nampak  adiwarna di depan mata. Pergelangan tangan yang tak sengaja mendarat, tengah mengusap butiran-butiran keringat.

            "Sudah membaik? masih dapat sisa embun semalam?" Tanya Martusin sebatas lewat di belakang Ama.

            "Mendingan bah, Ama melakukan saran Abah tenang saja"

            "Emmm, baguslah" sahutnya sambil balik arah dari Ama.

            Ama dengan nama panjang Amanah ialah seorang putri tunggal dari Martusin. Ama yang tidak mengenal dunia fisik, perlahan diperkenalkan oleh Martusin. Hobi Martusin yang senang bercerita perlahan meracuni angan-angannya.

            "Bah, Ama merasa badan Ama ada yang salah. Semisal tidak kembali seperti sedia kala atau normal kembali bagaimana Bah?"

            "Ma, kamu ini hanya terpengaruh dari apa yang kau pikirkan. Bukankah kemarin dokter yang kamu datangi bilang seperti itu?"

            "Iya Bah, tetap saja Ama tidak tenang karena sampai sekarang belum kembali normal"

            "Abah kan sudah bilang, apa yang kamu lakukan di saat matahari masih tidur, usapkan sisa-sisa air di rerumputan ke bagian badan yang kau keluhkan" Tepuk Martusin pada pundak Ama.

            Ama yang termenung karena tepukan Martusin tak berkutik lagi. Bukan Ama namanya jika tak mengendapkan segala ucapan yang dikeluarkan Martusin. Ama yang hidup selama 19 tahun lamanya bersama Martusin, tak pernah merasa berjalan sendiri meski Ibu tak pernah ditemuinya lagi. Martusin yang tidak bisa menggenggam tangan Ama selama 24 jam, namun Ia tak pernah melepaskan putrinya dalam kebingungan, kebimbangan saat melewati jalan catatan sebelum menuju keabadian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun