Mohon tunggu...
Dian Ardianto
Dian Ardianto Mohon Tunggu... Guru - Guru

suka menulis dan sudah menghasilkan 2 buku dan tulis menulis di majalah sekolah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Harta Ladang Ibadah

5 September 2022   07:03 Diperbarui: 5 September 2022   07:18 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sekali lagi, memanfaatkan harta sebik mungkin itulah yang diharapkan agama. Bagaimana bila seorang muslim tanpa harta? Infaq, shodaqoh, santunan bisa dilakukan orang-orang yang memiliki harta, bagunan sarana ibadah, Pendidikan pun juga bisa dibantu orang-orang dermawan yang memiliki harta. 

Jadi kaya adalah suatu keniscayaan, tinggal managemen islami yang perlu diterapkan dalam pengaplikasiaanya, sehingga bisa berjuang dijalan Allah melalui harta.

Memang pada kenyataannya, kadang kita temui di antara orang-orang miskin itu yang cerdas dan bijak. Tak sedikit juga orang-orang banyak harta yang tak bijak. Banyak juga dari mereka lahir generasi tidak cerdas dan tidak bijak. Memang rata-rata kemiskinan mengakibatkan minimnya pendidikan dan juga membawa tingkat kesadaran tersendiri. 

Tapi kadang kita temui di antara orang-orang miskin itu yang cerdas dan bijak. Tak sedikit juga orang-orang banyak harta yang tak bijak. Banyak juga dari mereka lahir generasi tidak cerdas dan tidak bijak. Artinya jika kita bicara keumuman dari fenomena, tentu masih ada kondisi khusus dari fenomena itu.

Memang, secara umum kemiskinan membuat orang serba kekurangan. Tapi kekurangan juga membuat orang bisa berjuang keras, dan kadang melahirkan kesadaran baru dan kecerdasan yang tinggi. Tapi memang sedikit, tapi selalu ada yang seperti itu. 

Demikian juga, ketercukupan materi memang memungkinkan orang berada bisa memenuhi kebutuhan apa saja. Tapi di satu sisi keadaan itu juga membuat mereka terlena dan menumpulkan otak mereka alias meminimalisir kesadaran.

Seperti yang sering kita jumpai di beberapa keluarga berkecukupan yang ternyata anaknya justru tak terkontrol, liar, nakal, yang akhirnya justru merepotkan orangtua itu sendiri. Mengonsumsi narkoba dan pergaulan bebas. Kita jadi bertanya, sebenarnya apakah kaya dan berkecukupan harta itu adalah tujuan utama dari orang yang sudah berkeinginan membangun ekonomi keluarga dan kemudian melahirkan anak?

Bagi orang yang berada dalam kehidupan miskin susah, memang ada di antara mereka yang dengan ambisi besarnya kerja keras dan ketika menemukan jalan untuk kaya mereka telah berada dalam proses perjuangan keras mencari harta. 

Orang obsesif-kompulsif pengejar harta ini mungkin lupa diri dan akhirnya ketika tujuan mencari harta tercapai ia menganggap memang itulah tujuan hidupnya sehingga itulah yang dianggap bisa "dipamerkan" pada orang lain. Tapi ternyata mereka lupa bahwa harta adalah sarana eksistensi dan bukan tujuan untuk bisa eksis. Harta adalah alat untuk hidup yang baik dan bermanfaat.

Tapi kalau ambisi memang kuat dan dibangun terus dalam jangka waktu yang lama, hingga lupa makna hidup yang lain selain mengejar harta karena memang awalnya amat lapar dan takut tidak kaya, maka ambisi itu akan jadi afirmasi diri yang membentuk cara pandang dan perilaku. 

Anak jadi tidak diperhatikan, dan mungkin memberikan perhatian hanya lewat materi. Dan perhatian manipulatif ini ternyata mengganggu perkembangannya menuju pribadi yang otentik. Celaka bagi keluarga kaya yang memberikan perhatian dan kasih sayang ini melalui materi dan kurang berkomunikasi dengan anaknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun