Mohon tunggu...
Dian Ardianto
Dian Ardianto Mohon Tunggu... Guru - Guru

suka menulis dan sudah menghasilkan 2 buku dan tulis menulis di majalah sekolah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Harta Ladang Ibadah

5 September 2022   07:03 Diperbarui: 5 September 2022   07:18 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Demikian juga bagi kaum miskin yang tingkat kemiskinannya ekstrim. Kemiskinan akut membuat orang yang mengalaminya tertekan, dunia menyempit dalam jiwa, karena hal yang paling mendesak untuk dipikirkan adalah bagaimana caranya bisa makan. 

Bahkan fenomena kemiskinan di daerah perkotaan, ada kalanya mereka hanya berjuang untuk makan dan kemudian baru berteduh. Dari mereka lahir pribadi yang keras dan liar, dunia hidup dan mati. Bahkan ada di antara mereka yang pilihannya hanya mencuri atau tidak makan! Meminta atau tidak makan! Kesehatan yang buruk, lingkungan tempat hidup yang mengenaskan, membuat mereka tak mampu mengembangkan diri.

Mereka pun sering tak diakui keberadaannya sebagai gelandangan dan pengemis. Dan disembunyikan di belakang gedung-gedeng mewah dan tinggi menjulang. Kemiskinan ekstrim dan dan kekayaan 'over' (berlebih) itu sama-sama membuat orang jadi miskin eksistensi. 

Tapi itulah yang terjadi di negara ini. Orang kaya hidup mewah di gedung-gedung menara, di bawah dan di belakangnya hidup dalam kemiskina yang buruk. Ini adalah ketimpangan nyata. 'Gap' ini menjadi basis bagi permasalahan eksistensi inividu-individu di dalamnya. 

Pada hal 14 abad yang silam Rasulallah membangun Baitul mal (tempat harta) untuk orang-orang miskin, agar tidak terjadi ketimpangan sosial dan ekonomi yang terpaut jauh diantara umatnya.

Gaya hidup orang kaya yang sering dimunculkan di media kemudian dianggap sebagai patokan gaya hidup yang paling sahih. Sedangkan ambisi untuk menjadi kaya raya muncul juga dari kalangan kaum miskin, pas-pasan, atau kelas menengahnya. Yang kata raya memamerkan gaya hidupnya yang sebenarnya miskin eksistensi lewat medianya. 

Mayoritas rakyat miskin dirayu dengan tayangan iklan dan tayangan gaya hidup mereka. Gaya hidup orang kaya yang sering dimunculkan di media kemudian dianggap sebagai patokan gaya hidup yang paling sahih. 

Sedangkan ambisi untuk menjadi kaya raya muncul juga dari kalangan kaum miskin, pas-pasan, atau kelas menengahnya. Media borjuis memfasilitasi ambisi dan keinginan naik kelas dengan ilusi pendidikan agar bisa mobilitas sosial ke atas (naik kelas). Di bidang budaya mereka juga diilusi dengan audisi-audisi menjadi artis yang selalu dijadikan acara televisi.

Pada masyarakat beginilah kita hidup. Ketimpangan dilanggengkan. Ambisi-ambisi menjadi kaya banyak muncul dari orang miskin, terutama pemuda-pemudanya yang berjuang keras untuk menjadi kaya. Dan ketika mereka merasa menggapai ambisinya, belum tentu mereka menjadi manusia-manusia yang berkualitas dan otentik. 

Dalam masyarakat yang timpang ini, kaum muda banyak dihipnotis juga dengan tata cara menjadi kaya dengan cara instan. 

Seperti pernah saya jumpai dalam seminar motivasi MLM, yang diomongkan pembicaranya adalah: Ayo menjadi kaya! Ayo menjadi kaya! Dan mereka menunjukkan caranya, ya salah satunya tentunya agar gabung dengan MLM yang sedang ditawarkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun