Mohon tunggu...
Ayu Diahastuti
Ayu Diahastuti Mohon Tunggu... Lainnya - an ordinary people

ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Gula Darah Tinggi, Masih Yakin Tergoda Gula Saat Stres Melanda?

15 Oktober 2022   05:05 Diperbarui: 15 Oktober 2022   23:01 1342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pukul 5.00 WIB di sekitar simpang empat Gladag yang masih lengang | dokumentasi pribadi

Hormon serotonin sangat berpengaruh pada penderita depresi. Kekurangan serotonin pada tubuh akan berdampak pada kecemasan yang menandai depresi.

Serotonin tidak bersifat candu. Tidak seperti dopamin. Serotonin hadir pada saat kita berbagi, pada waktu kita memberi dampak positif bagi lingkungan kita. Bukan untuk mendapatkan apa yang ada di sekitar kita supaya sesuai seperti yang kita inginkan.

Okay. Bagi mereka yang "mengejar" sensasi senang,  pengulangan perilaku tersebut dapat memberikan efek candu. Seperti halnya pada fenomena emotional eating, yaitu perilaku mengonsumsi makanan dan minuman sebagai penghilang stres. 

Sebuah riset dalam Neuroscience & Biobehavioral Reviews (2019) menyebutkan bahwa konsumsi gula secara berlebih akan berpengaruh pada emosi dan  stres.

Pada saat stres, hormon kortisol yang diproduksi tubuh akan mengalami peningkatan. Sehingga tubuh akan kekurangan insulin.

Otak kita membutuhkan energi untuk berfungsi secara optimal. Tentu saja sama seperti organ tubuh kita yang lain, Brur. Salah satu sumber energi otak adalah glukosa. Apabila asupan glukosa ke otak menurun, maka otak tidak akan berfungsi secara optimal.

Seberapa Jauh Langkah Kaki Kita Hari Ini?

Sebuah studi yang diadakan oleh Leise Meitner Group yang diterbitkan dalam salah satu artikel oleh Molecular Psychiatry (2022) menyatakan bahwa ada korelasi positif antara aktivitas berjalan kaki dengan penurunan stres.

Studi yang dilakukan atas 63 responden tersebut menyebutkan bahwa ada penurunan aktivitas amigdala seusai para responden tersebut berjalan kaki di alam terbuka selama 60 menit.

Yang menarik adalah dari 63 responden tersebut bukan hanya berjalan kaki di alam terbuka yang jauh dari perkotaan. Studi tersebut juga diperlakukan pada berapa responden yang berjalan kaki di pedestrian kota. 

Hasil pindaian functional Magnetic Resonance Imaging (fMRI) pada responden yang berjalan kaki di alam terbuka menunjukkan adanya penurunan kerja amigdala sebagai bagian dari otak pengendali stres. Sedang pada responden yang usai berjalan kaki di area pedestrian kota yang sibuk tidak menunjukkan perubahan apa pun pada amigdalanya.

Hasil studi ini sangat menarik, bukan? Bahwa ternyata berjalan kaki di alam terbuka memberikan dampak positif bagi penurunan stres.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun