Mohon tunggu...
Ayu Diahastuti
Ayu Diahastuti Mohon Tunggu... Lainnya - an ordinary people

ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Perkembangan Linguistik dan Mekanisme Kerja Otak Kita

26 September 2022   10:23 Diperbarui: 26 September 2022   13:02 533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi komunikasi dan kemampuan berbahasa seseorang | via unsplash @priscillia du press

Kerja otak emosi dan memori baik episodik maupun semantik sangat berpengaruh pada dinamika perkembangan linguistik.

Kalau kita mau menilik ulang ada begitu banyak peran literasi dalam perkembangan sosial dan budaya kita. Lihat saja bagaimana bangsa kita mempunyai berjuta literasi yang mulai dibangun melalui narasi fiksi. Seperti halnya legenda dan mitos yang hingga kini masih mendapat tempat dalam budaya kita.

Tidak dapat lepas dari mekanisme kerja otak, khususnya area Borca dan Wernick mempunyai peranan yang cukup penting. Namun perlu terus ditekankan pula bahwa mekanisme otak dalam mempersembahkan "bahasa" sebagai produk output-nya membutuhkan sinergitas campur tangan memori dan sistem emosi.

Seperti contohnya. Bagaimana kita membuat karya sastra yang penuh estetika. Bagaimana kita memilah dan memilih diksi, meraciknya dalam kurun waktu tertentu dengan segala proses penulisan, akhirnya kita menyelesaikan setiap puisi atau cerita kita.

Cara kerja otak ini pada khirnya mampu menjawab pula pertanyaan mengenai perbedaan selera dalam tataran seni dan budaya. Bagaimana kita menyukai karya puisi atau cerita pendek dari orang lain. Bagaimana kita mampu menilai bagus atau tidak; menarik atau tidak karya-karya mereka. 

Mungkin kita bisa berkata musik jazz itu bagus. Ini kerja otak emosi. Setelah itu, baru kita akan mencoba mencari alasan mengapa musik jazz lebih bagus dari pada musik klasik. Pada saat inilah otak rasional kita bekerja.

Kejadian yang sama akan kita jumpai pada gaya tutur bahasa seseorang, baik secara verbal maupun tulisan. Ya, terlepas dari pengaruh sosial geografis di mana seseorang tinggal menetap.

Kita dapat menilai sebuah karya sebagai karya literasi yang bagus. Nah, untuk alsan mengapa kita menilainya bagus membutuhkan otak rasional kita. Lobus frontal akan memberikan alasan untuk membenarkan pendapat kita. Adakah alasan-alasan yang berkaitan atau yang memiliki hubungan kausalitas pendukung pendapat kita.

Otak kita akan mencari alasan tersebut sebagai pembenaran atas persepsi kita. Maka bukan hal yang aneh pula ketika kita lebih memilih gaya dan cara penulisan karya literasi kita sendiri. 

Keterlibatan emosi dalam proses penulisan sering digunakan sebagai bahan bakar penulis untuk mengembangkan imajinasi dalam karya fiksi. 

Bagaimana dengan karya literasi non fiksi? Hmm, coba saja saudara semua membaca artikel hoaks. Apa yang kita rasakan adalah sensasi emosi. Bagi beberapa orang, mereka sesegera mungkin akan menanggapi artikel sensasional tersebut tanpa berpikir panjang apakah substansinya benar atau tidak. Betul begitu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun