Mohon tunggu...
Ayu Diahastuti
Ayu Diahastuti Mohon Tunggu... Lainnya - an ordinary people

ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Mengelola Rasa Hampa, Kita Dapat Apa?

13 Maret 2020   21:14 Diperbarui: 14 Maret 2020   16:37 3251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kesepian. (sumber: pixabay.com)

Dearest reader...

Secuil surat ini  kutulis kembali dalam bentukan sebuah narasi yang bukan hanya karangan fiksi.

Readers, pernahkah dalam hidup ini kamu merasakan kejenuhan, rasa bosan yang diikuti dengan rasa hampa. Atau mungkin merasa kosong di tengah segala kesibukan yang sedang kamu jalani?

Jenuh dengan rutinitas setiap hari. Bangun pagi, bersiap ke kantor atau melakukan pekerjaan, bertemu teman, mungkin setelah itu sibuk dalam komunitas kita, larut dalam acara hangout ngopi bareng teman, kemudian pulang, tidur, dan besok hari kita masih berhadapan dengan hal yang sama.

Ok, aku tidak mengecilkan arti bersyukur. Karena tentu saja bersyukur itu baik, benar, dan memang penting.

Well, dispite of that thing, my friend....

Aku ingat, suatu ketika pernah terlibat dalam acara kampus bersama teman-teman. Hal yang menyenangkan adalah saat momen hiking. Untuk menuju ke puncak tertinggi, kami pasti melalui pos-pos perhentian.

Fungsi pos-pos tersebut adalah sebagai shelter bagi kami untuk berhenti sejenak, menemukan motivasi dan tujuan kami. 

Richard Carlson, pernah berkata bahwa,"we are human being, not human doing". Pernyataan ini membawa pada sebuah kesadaran bahwa kita hanyalah manusia yang punya perasaan, baik perasaan positif maupun negatif. Kehadiran kedua perasaan tersebut adalah saling melengkapi. Jika kita menolak perasaan negatif, bukankah kita menjadi tidak lengkap? 

Jadi, readers... bukankah dengan demikian arus kebosanan dan kehampaan yang datang dalam perjalanan hidup kita hal yang perlu kita terima, karena kita adalah manusia yang mempunyai rasa, bukan robot yang senantiasa haus aktivitas. 

Mencoba berdamai dengan kondisi hampa, karena sebenarnya bukan kondisi itu yang salah, melainkan respon kitalah yang menentukan apakah yang kita lakukan adalah benar atau salah.

Terimalah saat-saat itu, sebagai sebuah pos perhentian bagi kita untuk bertemu dengan diri kita sendiri. Mengenal kembali diri kita dan berusaha untuk menemukan tujuan hidup kita.

Cobalah untuk memanfaatkan momen hampa sebagai suatu ruang bagi kita untuk bertanya pada diri sendiri tentang motivasi dan tujuan hidup kita. Bukan untuk maksud bermalas-malasan. Namun untuk berkontemplasi, apakah sejauh ini kita sudah berada pada track yang sesuai dengan standar hidup kita?

Berbicara tentang standar hidup, tak ada satu pun yang mampu dijadikan standar baku bagi semua orang untuk merasa nyaman dalam menjalani hidup. 

Setiap kita masing-masing punya standar hidup kita yang tak bisa kita paksakan pada orang lain, atau pun memaksakan diri sendiri untuk memakai standar orang lain dalam hidup kita.

Hampa adalah sebuah momentum, yang tak selamanya hadir dalam perjalanan hidup kita. Sejenak saja mari berdamai dengan rasa hampa. Karena hampa adalah sebuah perasaan yang tak mungkin tinggal lama. Ia akan berganti dengan perasaan lain.

Dalam kehampaan, kita belajar berkomunikasi dengan diri sendiri. Ijinkan diri sendiri beropini karena dalam diri kita tentunya ada value yang bisa menentukan apa yang harus kita lakukan.

Value bukan harus mengenai harta materi yang berlimpah, pleasure, kesuksesan, bahkan keinginan untuk selalu menjadi yang paling benar. Ada beberapa orang di luar sana yang memakai hal-hal yang kita pandang sebagai suffer/penderitaan sebagai value dalam hidup mereka. 

Sadari bahwa hampa adalah sebuah titik balik bagi kita untuk menemukan kembali siapa jati diri kita sendiri. Tak usah berlama. Karena sebenarnya pada saat kita menolak kehampaan, atau berusaha mati-matian menolak rasa hampa itu, maka perasaan itu akan semakin mendapat privilege dari jiwa kita.

So, mari kita belajar, bahwa tak selamanya perasaan negatif itu buruk bagi kita. Jika perasaan positif kita terima, maka tak ada salahnya jika kita pun menerima perasaan negatif. 

Dan mari kita bersama berusaha mengelola rasa hampa sebagai momentum bagi Kita untuk sejenak berhenti, untuk menemukan tujuan dan motivasi hidup kita.

Selamat menerima kelengkapan hidup kita. Salam hangat dariku, 

Sahabatmu,
writer

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun