Aku mengejar suara itu, namun tiba-tiba aku menabrak sesosok pria tua, berambut putih panjang dengan jubah berwarna putih. Sebuah mahkota peri berulir perak menghiasi kepalanya.
"Owwh,.." kupejamkan mataku, dan melompat terkejut.
"Maafkan hamba, Tuanku," suara pria tua bertubuh tegap itu sangat berat dan berwibawa.
"Tuan Langboard," sahut Pangeran Alvar berdiri dan menunduk memberi hormat. Segera kuikuti menghormat pada sosok pria tua yang namanya sering kudengar.
"Ada kabar untukmu, Pangeran. Dari Kerajaan Saverian," Tuan Langboard mengambil sebuah gulungan kain.
Dibentangkan kain itu di udara, sementara Pangeran Alvar berdiri melihat bentangan kain itu dengan cermat. Dahinya mengerut, wajahnya sangat gelisah.
"Genderang perang telah siap dikumandangkan, Pangeran. Adakah yang ingin kau perbuat sebelumnya?" tanpa memperdulikanku, mereka berdua terbawa dalam pembicaraan yang serius. Tentu saja aku pun ikut mendengarkan.
"Apalagi yang bisa kuperbuat, Tuan. Selama ini, aku sudah berusaha mengatur dan mengulur waktu, jika sekiranya ada jalan keluar agar nafsu Lumira untuk menguasai bangsa Nevirit dan Kerajaan para peri memudar.
"Namun, ternyata, apa yang telah digariskan alam memang harus terjadi, Tuan Langboard,"Pangeran Alvar tertunduk lesu.
"Kita harus segera menyusun kekuatan dan stategi kita, Pangeran. Paduka Raja Redrix harus lekas diberitahu tentang ini semua," sahut Tuan Langboard.
"Aku yang akan ke istana sekarang, Tuan," Pangeran Alvar segera beringsut pergi laksana kilat.