Lelaki itu melepas pelan tanganku dari lengannya. Ia tersenyum dan dengan lembut berkata,"Vero, aku ga akan kemana-mana. Nanti kita chating lagi, ya?"
"Tapi, Mas,..."
Kembali ia tersenyum dan pergi menghampiri lelaki berkacamata itu. Mereka akhirnya meninggalkan gereja dengan mobil berwarna hitam.
Kukejar mobil itu. Aku berlari sekuat tenaga. Namun, tak mampu kukejar. Kembali mobil hitam itu terseret sejauh 50 meter di depan gereja. Saat ada sebuah bus besar melaju kencang dan menabrak mobil rombongan BimoÂ
Segera kuhampiri mobil itu. Kutarik tubuh besar Bimo, namun aku tak mampu menahan perginya. Ia tetap meninggalkanku, berlumuran darah dan memeluk erat jasadnya.Â
Tiba-tiba kembali aku terbangun dari tidurku. Hal yang sama terulang lagi. Ruang rias itu, gaun pesta itu, lagu Ave Maria itu, lelaki yang berdiri itu, semua sama. Persis seperti dalam mimpiku.Â
De Javu.
 Aku kembali duduk di anak tangga dan menunggu Bimo menyapa.
"Hai, ..." suara yang kutunggu kini menyapaku.
Kali ini tak kubalas dengan senyuman. Aku menatapnya dalam-dalam. Saat itu, angin bertiup pelan dari arah taman, memasuki ruang gereja. Hembusannya tak membuatku melepas pandangan darinya.Â
"Lupa ya? Atau, perlukah kita berkenalan lagi?" sapanya lembut namun berwibawa.