"Yoi," jawab Mas Bimo. "Sudah, ya. Aku ditunggu teman-teman."
Aku hanya tersenyum dan kuanggukkan kepala sedikit tanda setuju. Punah pula harapanku untuk berlama-lama dengannya.
Mobil Mas Bimo melaju tak cepat, keluar dari area gereja yang berhalaman cukup luas. Entah darimana datangnya, ada sebuah bus besar lewat di depan gereja, melaju dengan cepat dan menabrak mobil Mas Bimo dan rombongannya.Mobil itu terseret sejauh 50 meter. Dan sempat terbalik.
Aku berlari mendapati mobil itu. Aku tahu Mas Bimo ada di depan. Ia yang berada di belakang setir mobil.
Darah keluar dari pelipisnya. Ia tak sadarkan diri. Aku berusaha membuka pintu mobil yang sempat terbuka sedikit karena benturan dengan aspal.
Dibantu penduduk sekitar, akhirnya para penumpang bisa dikeluarkan. Aku menarik tubuh besar Mas Bimo yang penuh darah.Â
"Mas....Mas Bimo....," kuraba denyut nadi di lehernya, di pergelangan tangannya. Tak ada. Hilang.Â
"Mas...Mas Bimo...bangun, Mas..." seruku tanpa tahu apa yang bisa kulakukan. "Mas Bimo...!!"Â
Tiba-tiba, aku terbangun. Ah, ternyata, aku hanya bermimpi. Oh, mimpi yang aneh dan menyeramkan.Â
Kudapati diriku diantara para perias dan beberapa orang yang terlibat dalam pertunjukan. Oh, tidak. Ini ruang rias. Iya. Aku tadi duduk di sini dan menunggu giliran untuk dirias.
Lagu Ave Maria terdengar mengalun lembut memenuhi ruang gereja tua itu. Kumasuki ruang yang sepertinya tak asing bagiku.Â