"Tanah airku Indonesia, negeri elok amat kucinta, tanah tumpah darahku yang mulia, yang kupuja sepanjang masa,"
Sepenggal syair Rayuan Pulau Kelapa hasil gubahan Ismail Marzuki tersebut tiba-tiba terngiang di telinga tatkala bus antarkota membawa saya ke suatu tempat indah, di sudut negeri elok nan kaya raya ini.
Dari arah Solo ke Semarang, turun di simpang empat Pasar Sapi. Saya memilih untuk melanjutkan perjalanan dengan menggunakan bus mini, yang mengantarkan saya ke tempat menakjubkan.
Perjalanan dimulai dengan menyusuri Jalan Raya Salatiga-Magelang, menuju ke sebuah dusun bernama Kopeng Krajan, Kabupaten Semarang.
Nampak jelas, sejauh mata memandang beribu pinus berdiri di bentangan alam, sebagai kaki dari sebuah gunung besar di pulau Jawa, Gunung Merbabu. Kabut mulai sirna saat sinar mentari menghangatkan bumi Kopeng.
Perhatian saya tiba-tiba tertuju pada suatu arak-arakan di satu sudut dusun tersebut.
Suatu adat istiadat setempat yang unik. Semacam budaya yang jarang, bahkan tidak pernah saya lihat di kehidupan perkotaan.Â
Melihat suatu kebudayaan yang agung seperti ini adalah sebuah keberuntungan bagi saya. Sungguh pemandangan yang jarang terjadi.
Adat budaya yang diberi nama "gumreki" biasanya diadakan sebagai sebuah ungkapan syukur di mana suatu trah keturunan tertentu di dusun tersebut berkumpul bersama dalam sebuah pertemuan keluarga untuk merayakan suatu peristiwa penting.