Mohon tunggu...
Diah Dyo
Diah Dyo Mohon Tunggu... Guru - Emak tangguh

Lebih menyukai cerita dengan akhir bahagia, dan berharap bisa membawa kebahagiaan untuk semua

Selanjutnya

Tutup

Diary

Sahabat Sekarang dan Selamanya

2 Mei 2023   21:39 Diperbarui: 3 Mei 2023   10:04 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Menurut Jennifer Aniston (1997), "Friends are the family we chose".  Keluarga yang kita pilih.  Baik atau buruknya teman akan memberi pengaruh besar di hidup kita.  Kali ini, saya ingin bercerita sedikit tentang keluarga yang saya pilih ini.  Mereka menjadi bagian dari titik balik di hidup saya.  Syukur paling dalam atas anugerah Allah yang telah mengirimkan teman-teman macam mereka.

Semua dimulai saat kami bertemu di kampus Universitas Negeri Jakarta, jurusan Bahasa Inggris 28 tahun yang lalu. 

Kami ber-sembilan adalah bagian dari kelas B di Angkatan tahun '98.  Betul, saat itu memang sedang hangat-hangatnya peristiwa kerusuhan dan gejolak politik di Indonesia. Tapi kami, anak-anak yang baru 'menetas' hanya bisa berperan sebagai pasukan hore dari pendemo saja, malah saya hanya menonton sambil duduk santai di bawah pohon. Hehehe...

Memiliki latar belakang yang hampir sama, kami bersembilan semakin lama semakin kompak.  Kita menyebut diri kita SGC, singkatan dari entah apalah, bahkan tidak ada yang ingat.  Kami bukan berasal dari keluarga yang berada, rata-rata orang tua kami adalah PNS, yang pada masa itu pendapatan mereka bisa dibilang cukup.  Cukup buat ongkos dan makan siang, tapi tidak cukup untuk jajan lainnya.  Kalau kami ingin bisa jajan, ya kami harus membawa bekal dari rumah.  Dan membawa minum dari rumah itu hukumnya wajib! Karena untuk beli air mineral itu buat kami sudah termasuk foya-foya.

Bekal yang kami bawa, biasanya hanya dibungkus dengan kertas minyak berwarna coklat yang bisa dibuang setelah selesai makan.  Yang kami bawa pulang hanya sendok dan botol minum saja.  Kami biasa makan siang bersama.  Kursi-kursi bermeja, kami jadikan satu dan kami gelar semua makanan kami. Dengan begitu, tangan kami bisa menjangkau makanan yang ada di depan teman kami. Saling mencicipi, begitu istilahnya. Ah, saya jadi teringat salah satu teman yang selalu siap dengan sendoknya. Kira-kira begini situasinya.

"Lo bawa makan apa?"


"Engga bawa, tapi gue bawa sendok" (ditambah senyum polos tak berdosa sebagai toppingnya) dan ikut makan lah dia.

Kami juga punya tradisi ulang tahun yang unik.  Balik lagi karena situasi keuangan kami, setiap ada yang berulang-tahun, kami akan mendapat jatah (kalau tidak salah Rp 5000) untuk satu jenis makanan.  Kalau memilih bakso, berarti minumnya beli sendiri. Kebalikannya, kalau memilih es campur, berarti makannya beli sendiri. Setelah dipikir-pikir cara ini sebenarnya sangat adil. Semua sama. Kami hanya butuh mengumpulkan kurang lebih Rp. 50.000 di setiap ulang tahun. Dan kerennya, tidak ada komplen sama sekali dari kami loh. (Buat kami, segitu pun sudah sangat bersyukur, karena dapat makan siang gratis).

Kalau istilah jaman sekarang, kami itu sefrekuensi.  Tanpa harus banyak bicara, kami biasanya bisa membaca pikiran masing-masing.  contoh yang mungkin untuk orang lain sangat menyebalkan adalah, ketika kami duduk-duduk bersama, dan melihat seseorang atau sesuatu yang menarik perhatian (mengundang tawa, atau membangkitkan jiwa julid) kami hanya perlu saling menatap dan beberapa menit berikutnya langsung tertawa.  Pertanyaan yang akan terucap adalah "Are you thinking what i'm thinking?"  Hehehe... Jahat ya?

Mahasiswi di kelas kami bukanlah golongan kaum wanita pesolek yang selalu ribet dengan make up.  Cukup bedak dan lipstick saja, itu sudah cukup.  Berpakaian pun seadanya.  Tapi jangan salah, loh... kalau urusan nilai, kami tidak seenaknya.  Kami selalu menjaga nilai kami agar untuk setidaknya mendapat nilai B di setiap mata kuliah yang kami ambil.  Tidak pernah ada tugas yang pernah sengaja kami lewatkan.  Selain karena nilai, kami juga tidak punya nyali berhadapan dengan dosen-dosen yang "menakjubkan". Saya ingat situasi ini,

"Dyo, if you're sleepy, get out!" (saat itu saya tidak sengaja menguap lebar, walau sudah saya tutupi)

Atau... Saat teman kami yang bernama Ich*, menjawab penjelasan dosen dengan kata "OK" (seharusnya kami menjawab, "Yes, Ma'am"), yang dikatakan dosen kami adalah,

"Ich*, don't say OK to me" yang otomatis dijawab "OK" oleh si Ich* ini.

Atau, pernah salah satu dari kami menyebut kata yang salah, dan begini respon dosen kami,

"R*ni, don't say stupid thing!"

Menegangkan memang, tetapi setelah kami lulus hal ini menjadi kenangan manis yang selalu membuat kami tertawa.  Di kelas bila mahasiswa yang tugasnya yang tidak tuntas, kami terbiasa mendengar ucapan, "See you next semester" yang berarti kami otomatis tidak lulus di mata kuliah yang diampu dosen ini.  Yes, dosen-dosen kami memang sekeren itu.

Tapi lihat apa jadinya kami sekarang... kami menjadi wanita-wanita tangguh yang tidak mudah menyerah.  Rata-rata kami berprofesi menjadi guru dan dosen, tapi ada pula yang bekerja sebagai staf di kementrian.  Terima kasih banyak, bapak/ibu Dosen kebanggaan.  Tidak hanya belajaran Bahasa Inggris, tapi kami juga belajar hidup dan bertahan hidup. We love you.

Kami jarang berkumpul memang. Alasan utamanya karena kesibukan masing-masing, standar lah. Tapi hati kami tetap tetap menyatu.  Kami tetap saling menjaga dan saling menyayangi (alay banget sih).  Masa sedih pun kami lalui bersama, di saat suami dari anggota kami berpulang, dan bahkan saat salah satu kami berpulang di puncak pandemi lalu.  Kami saling berpegangan.  Kami bisa karena kami bersama.  (Allah be with you, dear Puji)

Semoga Allah menjaga persaudaraan kami sampai ke surga.  Dan bagi semua yang membaca cerita saya, semoga Allah menjaga persahabatan kalian dengan teman-teman tercinta.  Karena katanya sahabat baik, bisa mengajak kita ke surga.  InsyaAllah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun