Mohon tunggu...
Fiksiana

Pramunikmat Seorang Magdalena (1)

7 Desember 2018   17:56 Diperbarui: 7 Desember 2018   18:01 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Sepintas, wajah suram merundung seseorang yang sedang berpangku tangan. Indikator akan invasi terjangan dilema, menjadi indikasi yang membuatnya sulit menetukan pilihan. Pilihan jalan hidup yang dianggap Magdalena sebagai buah simalakama. 

 Magdalena si gadis desa memutuskan untuk bermigrasi ke sebuah tempat berniat merubah hidup. Keputusan yang diambil karena kurangnya relasi harmoni dari desa asalnya. Mencoba untuk menggeser posisi dari kubangan hina menjadi buih permata, lalu siap menimbung kubangan dengan seraya atas niatnya. Kelak...

Desember ceria, bukan hanya menjadi lagu indah memori berkasih, tapi juga waktu dan situasi yang termanfaatkan oleh Magdalena, gemerlap ribuan cahaya sikembang api menjadi alasannya untuk bisa menginjakkan kaki pada ibu kota. Kemeriahan tahun baru tersambut olehnya atas ijin orang tua, Alibi Magdalena.

Malam tahun baru menjadikan Magdalena tersungkur pada glamour ibu kota, terbawa arus kesenangan yang membuatnya tak ibah akan kondisinya sendiri. Berpapasan dengan hidung belang berculas serta mata keranjang  penghuni jahannam. Magdalena tak terusik, meski sengaja tersenggol oleh mereka, mungkin karena kerapuhan sikap yang masih labil seorang Magdalena, yang tak mampu mengisyaratkan perbedaan  hitam dan putih, juga tentang cadasnya perilaku penggoda di balik tutur sapanya yang memanja.

 Larut telah siap menyambut subuh. Magdalena terbaring di atas kasur empuk putih tanpa busana, sedang Rama, seorang pria asyik meneguk oplosan di sisi ranjang. Magdalena seketika terdiam lalu mengusap cucuran air dari pinggir matanya. Rama meraih tangan Magdalena dengan lembut, sembari menumpuknya dengan onggokan ratusan ribu kemudian lekas beranjak. Waktu berselang, Magdalena meluruskan rambut, meraih uang lalu ikut beranjak. Lupa alasan mengapa air mata tadi bercucur, hanya lepas berlalu.

Bersambung...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun