Mohon tunggu...
Dhimas Raditya Lustiono
Dhimas Raditya Lustiono Mohon Tunggu... Senang Belajar Menulis

Perawat di Ruang Gawat Darurat | Gemar Menulis | Kadang Merasa Tidak Memiliki Banyak Bakat

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Pencari Kerja Di Kota Dengan UMK Ter-Rendah di Indonesia

21 September 2025   07:15 Diperbarui: 21 September 2025   01:42 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bayangkan sekarang kamu terbangun dari tidurmu, kamu menatap ijazah dan foto wisudamu di dinding kamar, sarapan pagi saat itu terasa berbeda, orang tuamu masih bekerja dan mendekati masa pensiun, sementara dirimu masih belum bekerja setelah lulus kuliah, dan meja makan saat itu berubah menjadi meja penghakiman, ketika ayahmu bertanya?

"Udah kirim lamaran kerja ke mana?"

Sebuah pertanyaan yang tak kalah mengerikan dibandingkan cercaan dosen penguji. Pertanyaan itu membuatmu berpikir dan merenung dalam pikiranmu yang bergejolak. Nasi telor dengan sedikit kecap itu seakan tak bisa kau nikmati seperti biasanya.

"Ya, nanti kubuat surat lamaran," jawabmu terhadap pertanyaan itu.

Orang tuamu terdiam, melanjutkan sarapan dan mengakhirinya dengan meneguk segelas teh hangat, kau mengakhiri percakapan pagi itu dengan kikuk, statusmu masih tetap seorang fresh graduated, istilah yang merujuk pada pengangguran setelah selesai masa pendidikan.

Kau mulai membuka dokumen, ketika melihat KTP, kau semakin sadar bahwa kau adalah orang Banjarnegara, sebuah kota dengan predikat UMK Ter-Rendah di Jawa Tengah bahkan di Indonesia (menurut katadata.id).

Orangtuamu sudah berangkat ke tempat kerja, meski usia mereka tak lagi muda, tapi mereka masih tetap bekerja, meski pendidikanmu telah selesai, tapi utang keluarga untuk membiayai SPP kuliahmu belum juga selesai.

Kau putuskan untuk jogging keluar rumah, melihat petani memanggul cangkul menuju ladang, sang petani menyapamu dengan kalimat yang hanya bisa kau balas dengan senyuman?"

"Libur, Mas?"

Kau paksakan diri untuk terus berlari hingga bertemu perempatan jalan yang ramai oleh anak-anak sekolah dan orang yang hendak berangkat bekerja, sebuah pemandangan di mana kau pernah terlibat di dalamnya, dalam orkestrasi bernama arus padat lalu lintas.

Tibalah kau pada sebuah jalan besar, tak banyak industry yang bisa kau lamar sesuai dengan bidang spesialisasi yang kau pelajari, kau melihat buruh berseragam mengendarai motor matic, sebagian di antaranya bisa kau kenali karena ada teman sekolahmu dulu. Kau hanya bisa membalas sapaannya dengan senyuman dan lambaian tangan

Kakimu mulai lelah, kau ingin kembali ke rumah, keningmu basah oleh peluh keringat, ada rasa dahaga yang membuat otak mengirim sinyal berisi kalimat "haus, ayo minum!!!". Tapi kamu sadar bahwa di dompetmu tak ada uang sama sekali untuk membeli minuman itu, sejak selesai kuliah, orang tuamu sudah tidak lagi memberikan uang saku kecuali untuk kepentingan mencari kerja.

Kamu melihat sebuah warung yang menjual minuman dingin, keinginanmu bergejolak untuk sekadar minum air mineral dingin yang menyegarkan itu, tapi dompetmu bak pasir di gurun sahara, kering.

Kakimu terus berlari, melewati jalan yang semakin cepat membawamu pulang, kau melewati jalanan yang membelah sawah di kanan kiri, para petani telah memulai aktifitasnya, sebagian dari mereka mengenakan seragam berlogo partai lengkap dengan janji politis klise, langkah kakimu terhenti sejenak, tenggorokanmu mulai diserang dahaga yang semakin parah.

Langkahmu semakin berat, perlahan kau sampai di rumahmu, kau temukan undangn berada di bawah daun pintu, kau benar-benar mengenal namanya, teman sebangkumu akan segera menikah, ingatanmu meluncur jauh ketika kamu bermain bersamanya, dan kini sahabatmu sudah menemukan tambatan hatinya, sementara dirimu masih terjebak dengan status pengangguran  yang menjadi sekat penutup niat untuk menikah.

Kamu mulai meneguk 2 gelas air dingin untuk mengusir dahagamu, lalu menyusun curriculum vitae sebaik mungkin, media sosial kau jelajahi, kau cari informasi lowongan kerja yang dekat dengan rumah, tapi tak satupun lowongan yang sejalan dengan latar belakang pendidikanmu.

Grup WA kelas kembali kau buka, sembari meminta informasi lowongan kerja pada teman-teman seangkatanmu, 5 orang meresponnya dengan mengirimkan link, kau buka seluruhnya dengan hati-hati, tapi semua lowongan tersebut berada di luar kota.

Ketika malam tiba, kau mulai berdiskusi dengan orang tuamu, terkait masa depan karirmu. Orangtua menuyuruhmu untuk mengurus SKCK dan Kartu Kuning. Kamu tetap menulis surat lamaran dan mengirimkan surat lamaran tersebut ke berbagai email perusahaan, tapi belum ada satupun yang  memanggilmu.

Kamu sempat berpikir untuk menjadi kurir paket, namun orang tua menentangmu dengan kalimat "dibiayain kuliah tinggi-tinggi, malah jadi kurir,". Menjadi kurir di Banjarnegara adalah profesi yang sudah menjadi hal umum, tak perlu ijazah S1, cukup ijazah SMA + SIM C aktif juga bisa digunakan untuk melamar sebagai seorang kurir.

Penat semakin menancap di kepalamu, akhirnya tanganmu membuka ponsel dan mencari info lowongan kerja di melalui berbagai media sosial, ternyata lowongan kerja di Banjarnegara tidak ada yang sesuai dengan jurusan kuliahmu, kamu terjebak oleh 2 hal, yakni kebutuhan akan uang dan pekerjaan yang sesuai dengan ijazahmu.

Ibu berkata, "tak apa gaji kecil, yang penting bisa kerja dekat dengan rumah," sebuah kalimat yang hanya kau balas dengan mulut terdiam, padahal ponselmu sudah minta ganti, motormu sudah harus ganti rantai, pacarmu juga sudah lama tidak kau apeli karena kau tidak memiliki uang yang cukup untuk membeli sekotak martabak.

-0-

Kini kau berada di sebuah kamar, terbangun dari tidur malammu, kau harus bersiap bahwa hari ini adalah wisudamu, tapi mimpi semalam masih terngiang di benakmu, ada rasa takut yang tak bisa kau jelaskan.

Kau membasuh muka untuk menghilangkan residu mimpi itu, lalu mulai menyadari bahwa baju toga sudah tergantung rapi di lemari, sepatu panthopel sudah disemir se-mengkilap mungkin, ini adalah hari bahagia bagi orang tuamu, sekaligus hari yang membuatmu mencemaskan masa depan, setelah nanti tali toga berpindah dari sisi kiri ke sisi kanan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun