Kakimu mulai lelah, kau ingin kembali ke rumah, keningmu basah oleh peluh keringat, ada rasa dahaga yang membuat otak mengirim sinyal berisi kalimat "haus, ayo minum!!!". Tapi kamu sadar bahwa di dompetmu tak ada uang sama sekali untuk membeli minuman itu, sejak selesai kuliah, orang tuamu sudah tidak lagi memberikan uang saku kecuali untuk kepentingan mencari kerja.
Kamu melihat sebuah warung yang menjual minuman dingin, keinginanmu bergejolak untuk sekadar minum air mineral dingin yang menyegarkan itu, tapi dompetmu bak pasir di gurun sahara, kering.
Kakimu terus berlari, melewati jalan yang semakin cepat membawamu pulang, kau melewati jalanan yang membelah sawah di kanan kiri, para petani telah memulai aktifitasnya, sebagian dari mereka mengenakan seragam berlogo partai lengkap dengan janji politis klise, langkah kakimu terhenti sejenak, tenggorokanmu mulai diserang dahaga yang semakin parah.
Langkahmu semakin berat, perlahan kau sampai di rumahmu, kau temukan undangn berada di bawah daun pintu, kau benar-benar mengenal namanya, teman sebangkumu akan segera menikah, ingatanmu meluncur jauh ketika kamu bermain bersamanya, dan kini sahabatmu sudah menemukan tambatan hatinya, sementara dirimu masih terjebak dengan status pengangguran  yang menjadi sekat penutup niat untuk menikah.
Kamu mulai meneguk 2 gelas air dingin untuk mengusir dahagamu, lalu menyusun curriculum vitae sebaik mungkin, media sosial kau jelajahi, kau cari informasi lowongan kerja yang dekat dengan rumah, tapi tak satupun lowongan yang sejalan dengan latar belakang pendidikanmu.
Grup WA kelas kembali kau buka, sembari meminta informasi lowongan kerja pada teman-teman seangkatanmu, 5 orang meresponnya dengan mengirimkan link, kau buka seluruhnya dengan hati-hati, tapi semua lowongan tersebut berada di luar kota.
Ketika malam tiba, kau mulai berdiskusi dengan orang tuamu, terkait masa depan karirmu. Orangtua menuyuruhmu untuk mengurus SKCK dan Kartu Kuning. Kamu tetap menulis surat lamaran dan mengirimkan surat lamaran tersebut ke berbagai email perusahaan, tapi belum ada satupun yang  memanggilmu.
Kamu sempat berpikir untuk menjadi kurir paket, namun orang tua menentangmu dengan kalimat "dibiayain kuliah tinggi-tinggi, malah jadi kurir,". Menjadi kurir di Banjarnegara adalah profesi yang sudah menjadi hal umum, tak perlu ijazah S1, cukup ijazah SMA + SIM C aktif juga bisa digunakan untuk melamar sebagai seorang kurir.
Penat semakin menancap di kepalamu, akhirnya tanganmu membuka ponsel dan mencari info lowongan kerja di melalui berbagai media sosial, ternyata lowongan kerja di Banjarnegara tidak ada yang sesuai dengan jurusan kuliahmu, kamu terjebak oleh 2 hal, yakni kebutuhan akan uang dan pekerjaan yang sesuai dengan ijazahmu.
Ibu berkata, "tak apa gaji kecil, yang penting bisa kerja dekat dengan rumah," sebuah kalimat yang hanya kau balas dengan mulut terdiam, padahal ponselmu sudah minta ganti, motormu sudah harus ganti rantai, pacarmu juga sudah lama tidak kau apeli karena kau tidak memiliki uang yang cukup untuk membeli sekotak martabak.
-0-