Mohon tunggu...
Dhimas Kaliwattu
Dhimas Kaliwattu Mohon Tunggu... Penulis - seorang manusia

menjaga ingatan dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Risil, Si Gadis Comblang

21 Januari 2019   10:47 Diperbarui: 21 Januari 2019   11:06 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : frederic-leighton.org

 

Benar-benar baru kali ini, Risil mengalaminya sendiri. Sepekan sudah tidurnya tak nyenyak, sebagaimana malam-malam yang lalu, sebelum ia menerima sebuah kotak kecil terbungkus koran dari seorang pria yang menitipkan padanya untuk seorang wanita pujaan.

Kotak kecil itulah sumber petakanya! Kotak kecil yang setiap malam selalu mengeluarkan cahaya, suara angin merintik, suara gunung dan alir sungai yang begitu nyata, suara anak-anak pinus yang riang bercanda, serta sajak-sajak cinta yang mengalun dengan sendirinya, merayu masuk ke dunia lain.

Risil si gadis comblang, sadar betul, ia bukanlah wanita yang berhak menikmati semua sanjung itu. Sepanjang permalaman Risil tetap  terjaga, tak berani memejamkan mata, meski tak dipungkiri, sebagai perempuan, hatinya asik terlena.

Pernah suatu ketika matanya terpejam karena lelah yang sangat merepih badan. Baru saja sekelebat terlelap, kotak kecil itu langsung membawanya ke dunia lain. Dunia yang benar-benar tak dikenalinya. Sebuah dunia yang belum pernah ada di novel atau film manapun.

***

Ada dua orang berjalan dalam hujan dan gelap. Ada juga yang berjalan di bawah terik sembilan matahari. Ada yang berjalan di antara daun gugur. Ada yang mengendong anak-anak senja. Ada yang sedang bernyanyi, bahkan ada yang sedang bercinta di telaga. Rupanya, di dunia tanpa nama itu, meski apapun keadaannya, tidak ada yang sendiri, semua orang berpasangan dangan pasangannya masing-masing.

Di sebelah kanan, berbaris anak-anak pinus yang marun dan wangi, disekelilingnya bunga-bunga beragam warna membentuk pelangi. Lagi-lagi, pemandangan di sana serupa, tidak ada orang yang sendiri, semua orang berpasangan dangan pasangannya masing-masing.

Risil berjalan melewati anak-anak pinus.

Sepanjang perjalanan, tiupan angin membelai rambut kepangnya, menyibak poni serta bulu-bulu keningnya yang halus. Sesekali pula angin itu menggerak-gerakan kacamatanya, ke atas dan ke bawah. Di jalan yang panjang itu juga sajak-sajak tentang cinta terus bergema tanpa jeda. Sajak-sajak yang belum pernah ia temukan di toko buku atau di website manapun. Sajak-sajak itu mengalun seperti musikalisasi dengan alam sebagai latar pengiringnya.

sumber: www.imgrumweb.com (diedit dikit)
sumber: www.imgrumweb.com (diedit dikit)
Risil terus berjalan, semakin dalam, ditelan pinus-pinus dewasa.

"wah... aku sedang di mana."

"Kira-kira apa ya nama tempat ini."

"Sungguh sangat damai."

Sesekali Risil berjingkrak, berputar-putar, serta melompat-lompat kecil, bak bocah ingusan yang baru diberi sepotong es krim rasa cokelat.

Tiba-tiba langkahnya mendadak berhenti. Astagfirullah... Ya Allah....

 Risil kaget setengah mati! Ia berjumpa dengan seseorang, tanpa bentuk, tanpa nama, tanpa mata, telinga, hidung, mulut, tanggan dan kaki. Seseorang itu duduk di atas rumput, memandangi telaga. Hanya cahaya yang dapat dilihat mata. Risil pun mendekat dengan sangat hati-hati. Jantungnya bergenderang, nafasnya putus-putus berhembus berisik, bulu kuduknya berdiri tegang.

"kamu siapa?" Risil bertanya penasaran.

Tapi seseorang tanpa baju, tanpa kelamin itu tidak menjawab.

"apa yang kamu lakukan?"

"mengapa kamu sendiri?"

"ini tempat apa?"

"siapa yang kamu tunggu?" Risil terus bertanya penuh curiga.

Seseorang yang hanya terlihat sebagai cahaya itu kemudian menjawab.

"Saya cinta, saya sedang mencintai, ini merupakan tempat bercinta, saya sedang menunggu cinta saya."

Seseorang yang tak diketahui jelas identitasnya itu kemudian balik bertanya.

"mengapa engkau yang datang?"

Risil tak menjawab, ia malah kembali mengajukan pertanyaan.

"apakah kamu cinta itu? apakah kamu wujud dari cinta?"

Tiba-tiba suasana berubah menjadi hening, tapi angin dan puisi-puisi tetap saja berhembus mesra.

"Iya. Kamu kaget! Cinta tidak memiliki wujud sempurna kalau belum menemukan pasangan. Cinta harus melengkapi agar dapat berwujud indah." Seseorang yang tak berakal, yang tak bernama itu menjawab dengan sangat halus.

"kamu, cinta, kamu kan tidak memiliki mulut, melalui apa kamu berbicara?" Risil semakin penasaran.

"dengar Risil, mencintai adalah kata kerja, dicintai adalah kata sifat, cinta adalah kata hati." Seseorang yang hanya bercahaya itu kembali menjawab dengan tenang. 

***

Risil kemudian berbalik badan, berlari meninggalkan seseorang yang tanpa rupa, tanpa bentuk itu. Larinya semakin kencang, lebih kencang. Sial ia tak tahu jalan pulang. Tak dilihatnya anak-anak pinus atau telaga unggu yang dilaluinya tadi. Tak dijumpainya pula pasangan-pasangan dengan pasangannya masing-masing itu. Rupanya Risil terjebak dalam labirin yang diciptakan seseorang yang hanya bersifat cahaya itu. Dalam kepongahan, dalam kegelisahannya, dan nafasnya yang semakin terengah-engah, seseorang yang hanya terlihat sebagai cahaya itu menghampirinya.

 "jangan takut, bukan dirimu yang terpilih".

Seketika itu juga, Risil, si gadis comblang terbangun dari mimpi. Terlihat di handphonenya ada 10 kali panggilan masuk dari kantor tak terjawab. Ternyata jam sudah menunjukan pukul 11:25 siang. Risil yang baru tiga bulan bekerja itu akhirnya dipecat. Sejak itulah ia tak berani memejamkan mata, setiap kali cahaya itu datang, cahaya dari kotak kecil terbungkus koran yang diletakan di meja rias kesayangannya. (KDN)

Grogol, Januari 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun