Mohon tunggu...
Armanda Dhimas Ferdyanto
Armanda Dhimas Ferdyanto Mohon Tunggu... Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 24107030072

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 24107030072

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Luis Enrique: Dari Nestapa Terdalam Menuju Puncak Kemuliaan

2 Juni 2025   19:19 Diperbarui: 2 Juni 2025   19:19 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber: instagram/psg)

Di setiap langkahnya menuju final Liga Champions, Luis Enrique tak pernah melupakan sosok Xana. Momen paling menyentuh terjadi di final ketika Enrique mengenakan kaus bergambar dirinya bersama Xana di balik jasnya. Bahkan para ultras PSG ikut merasakan kedekatan emosional ini dengan membentangkan tifo raksasa yang menampilkan gambar ayah dan anak perempuan, keduanya mengenakan jersey PSG.

"Putri kami Xana telah berpulang siang ini dalam usia 9 tahun, setelah lima bulan bergulat dengan osteosarcoma," demikian tulis Enrique di Twitter pada 2019. Kalimat sederhana itu menyimpan kesedihan mendalam yang kini telah ia ubah menjadi kekuatan luar biasa.

Bagi Enrique, setiap trofi yang diraih adalah persembahan untuk Xana. Setiap kemenangan adalah cara untuk mengenang senyum kecil putrinya yang dulu sering menemaninya di pinggir lapangan. Kanker tulang yang ganas telah merenggut Xana, namun cinta seorang ayah membuatnya tetap hidup dalam setiap pencapaian Luis Enrique.

(sumber: pinterest/luis enrique)
(sumber: pinterest/luis enrique)

Dengan meraih treble berupa Ligue 1, Coupe de France, dan Liga Champions, PSG resmi menapakkan kaki di jajaran elite sepak bola Eropa. Mereka bergabung dengan klub-klub legendaris seperti Barcelona, Bayern Munich, Manchester City, Inter Milan, dan Manchester United yang pernah meraih treble.

Luis Enrique kini masuk daftar pelatih elite yang meraih gelar Liga Champions dengan dua klub berbeda, menyusul nama-nama legendaris seperti Jose Mourinho dan Pep Guardiola. Pencapaian ini membuktikan adaptabilitas dan kecerdasan taktisnya dalam menghadapi tantangan berbeda di klub yang berbeda pula.

Treble kedua Luis Enrique bukan sekadar pencapaian statistik, melainkan bukti bahwa cinta seorang ayah bisa mengubah nestapa menjadi kekuatan luar biasa. Lima tahun setelah kehilangan Xana, Enrique berhasil membuktikan bahwa ia tidak hanya bangkit dari keterpurukan, tetapi juga mencapai puncak tertinggi dalam karier kepelatihannya.

Kisah Luis Enrique mengajarkan bahwa sepak bola bukan hanya soal taktik dan strategi, tetapi juga tentang emosi, cinta, dan ketabahan. Ketika seorang pelatih kehilangan segalanya, ia menemukan cara untuk mengubah kehilangan itu menjadi motivasi yang tak terbendung.

Dengan menyamai rekor Pep Guardiola dalam meraih treble dengan dua klub berbeda, Luis Enrique telah membuktikan bahwa ia layak disebut sebagai salah satu pelatih terbaik generasinya. Namun, gelar yang paling mulia baginya tetaplah sebagai ayah dari Xana bintang kecil yang terus menuntunnya menuju kemuliaan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun