Kemerdekaan finansial seharusnya menjadi hak setiap individu dewasa, namun realitasnya, banyak yang terjerat dalam labirin utang dan ketidakpastian ekonomi.Â
Ironisnya, fondasi penting untuk mencapai kemandirian ini, yakni literasi keuangan yang komprehensif, seringkali terpinggirkan dalam sistem pendidikan formal kita.Â
Alih-alih membekali generasi muda dengan kompas finansial yang esensial, kurikulum justru lebih berfokus pada dogma-dogma akademis yang kurang relevan dengan tantangan ekonomi riil pasca-sekolah.Â
Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2023 yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan bahwa indeks literasi keuangan generasi muda (usia 15-35 tahun) masih berada di bawah rata-rata nasional, mengindikasikan kerentanan finansial yang sistemik (OJK, 2023).Â
Artikel ini menelisik sejumlah aspek krusial pendidikan keuangan yang terabaikan, berikut konsekuensi serta urgensi integrasinya dalam kurikulum nasional.
Mengurai Benang Kusut Utang Sejak Dini
Sekolah mungkin menyinggung bahaya utang, namun gagal mengajarkan navigasi yang bijak.Â
Utang, layaknya pisau bermata dua, dapat menjadi katalisator pertumbuhan ekonomi atau justru jerat yang melumpuhkan.Â
Karya Robert T. Kiyosaki dalam "Rich Dad Poor Dad" (versi Bahasa Indonesia terbitan Gramedia) secara populer mengkontraskan mentalitas aset dan liabilitas, sebuah distingsi fundamental yang jarang dieksplorasi di bangku sekolah.Â
Lebih dari sekadar menghindari pinjaman, pemahaman mendalam tentang suku bunga, tenor, dan implikasi jangka panjang utang konsumtif versus produktif adalah krusial.
Studi oleh Lusardi dan Mitchell (2014) dalam Journal of Pension Economics and Finance menunjukkan korelasi negatif antara rendahnya literasi keuangan dan tingginya tingkat utang rumah tangga, sebuah temuan yang relevan dengan konteks Indonesia.
Investasi: Bukan Lagi Domain Elit
Paradigma bahwa investasi adalah eksklusif bagi kaum berada harus dipecah. Prinsip dasar investasi dan keajaiban compound interest adalah pengetahuan yang memberdayakan, idealnya diperkenalkan sejak usia sekolah menengah.Â