Ramadan kali ini terasa berbeda. Biasanya, aku terjebak dalam rutinitas yang serba cepat, mengejar target ini dan itu, dan seringkali lupa untuk menikmati momen.Â
Tapi, tahun ini, aku bertekad untuk menjalani Ramadan dengan penuh kesadaran, atau yang biasa disebut mindfulness.
Sebagai ibu rumah tangga, hari-hariku memang tak pernah sepi. Ada saja yang harus dikerjakan, mulai dari mengurus anak-anak, memasak, mencuci, hingga pekerjaan sampinganku sebagai freelance bookkeeper.Â
Dulu, semua pekerjaan itu terasa melelahkan dan membosankan. Tapi, sekarang, aku mencoba untuk lebih hadir dalam setiap aktivitas. Ramadan kali ini juga menjadi ajang untuk meningkatkan kualitas diriku.Â
Meluangkan waktu lebih banyak untuk membaca Al-Qur'an dan buku, menulis di Kompasiana, menambah ilmu dan wawasan, bergabung dengan komunitas ibu berdaya juga menjadi salah satu caraku untuk memperluas jaringan dan mendapatkan dukungan dari sesama ibu.
Yang paling penting, Ramadan kali ini aku jalani dengan penuh kesadaran. Aku belajar untuk tidak berlebihan dalam membeli makanan dan barang-barang.Â
Saat berbuka dan sahur, aku makan secukupnya, tidak berlebihan hingga kekenyangan. Aku berusaha untuk tidak membuang-buang makanan, menghargai setiap rezeki yang diberikan.
Menurut Jon Kabat-Zinn, pendiri Mindfulness-Based Stress Reduction (MBSR), mindfulness adalah kesadaran yang muncul dengan memperhatikan tujuan, pada saat ini, dan tanpa menghakimi.Â
Dengan mindfulness, kita bisa lebih menghargai setiap momen dalam hidup, termasuk momen-momen sederhana seperti mencuci piring atau menjemur pakaian.
Ramadan kali ini benar-benar menjadi momen refleksi dan transformasi bagiku.Â
Aku belajar untuk lebih bersyukur atas segala nikmat yang diberikan, lebih sabar dalam menghadapi tantangan, dan lebih ikhlas dalam menjalani kehidupan.Â