Mohon tunggu...
Dharma Nauval
Dharma Nauval Mohon Tunggu... Mahasiswa - Student of Public Health Faculty. University of Muhammadiyah Aceh

Amerta fiksi, tinggal sebuah diksi

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Sarung Tangan

9 April 2022   00:36 Diperbarui: 9 April 2022   01:14 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku terhempas di atas meja bagai bangkai.

Nasib kekasihku mungkin lebih buruk,berakhir di tempat sampah.


Di sudut ruangan, kulihat seorang perawat tersungkur
seperti pesawat udara yg jatuh.
Matanya berembun.
Menangisi seonggok tubuh yang baru diangkut menuju kuburan.

Lelah dan rasa bersalah menyatu menjadi sepi dan sendu
Tangisan perawat berbicara dari hati ke mati
Selimut luruh meratapi pipi yang di penuhi lara itu
Mencoba menutupi rumpang yang tak kunjung rampung

Abu-abu beterbangan ke arah ventilator
Pasien terakhir memohon kepadanya
Seperti upaya seorang budak kepada tuan.

Kuperhatikan betul botol infus itu.
Menetesi kesedihan dan amarahnya
seirama dengan suara hujan di luar jendela.

Buku-buku agenda berbaris rapi di rak,
Mengandung maut dan kematian.
Diselingi suara monitor detak jantung yang lupa
ditidurkan perawat.

Mengapa begitu kelam? saat kejam memenuhi hitam?
Apa yang harus ku pitamkan?

Tubuhku telah dipakai oleh tangan yang menunda kematian,
Pasanganku terpisah karena takdir telah bertuah,
Angin meniup angan dengan sepenuh ingin
Semoga sisa detakku bisa dirasakan kekasihku

"Sabar kasih, sebentar lagi aku mati"

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun