Malam Dimulai di Rumah Bu Karsono
Jum'at malam, 11 Juli 2025, di TW 8 Kaloran. Suhu udara malam bulan Juli membuat hawa dingin menjalar hingga ke sela-sela bambu pagar rumah warga. Jalanan kampung senyap, lampu-lampu rumah menyala redup. Angin malam yang sesekali berhembus menambah hawa dingin.
Di salah satu sudut kampung, tepatnya di rumah Bu Karsono, para pengurus RT 1 mulai berdatangan. Rumah Bu Karsono terletak agak ke dalam gang, bercat putih gading, dengan pagar besi berwarna biru muda.
Malam itu, ruang tamu Bu Karsono sudah ditata rapi. Kursi dan sofa hijau disusun memanjang mengelilingi meja panjang. Bukan model lesehan seperti rapat RT kebanyakan. Ini memberi kesan lebih resmi.
Di meja, tersedia berbagai macam snack dan minuman: lombok keju, risol mayo, kue bolu dan puding berwarna ping rasa susu strawberi. Ada botol-botol berisi air mineral yang melengkapi sajian teh hangat.
Udara dingin membuat snack cepat melempem. Namun tak menyurutkan semangat warga untuk mengobrol sambil sesekali menikmati kudapan yang disediakan.
Beberapa Pengurus Tak Hadir
Rapat yang dijadwalkan mulai pukul 19.30 WIB itu akhirnya benar-benar dimulai pukul 19.50. Maklum, sebagian warga datang sedikit terlambat karena keperluan lain.
Pak Lutfi, Ketua RT 1, berdiri sambil mengecek daftar hadir. Beliau membuka rapat dengan suara lantang.
"Assalamualaikum... matur nuwun rawuhipun bapak ibu sedaya. Mungkin kita langsung mulai saja. Sebagian pengurus RT kita tidak bisa hadir malam ini karena sakit."
Beberapa nama memang tidak tampak malam itu. Pak Lutfi menyebutkan satu per satu yang berhalangan hadir. Bu Rini, istri Pak RT, membenarkan sambil mengangguk.
Suasana sejenak hening. Semua warga yang hadir tampak duduk tegak, bersiap mendengar agenda yang malam ini terasa lebih padat dari biasanya.
Pemaparan Bu Rini: RT 1 Banyak Dapat Tugas
Bu Rini yang duduk bersebelahan dengan kursi Pak Lutfi memulai menyampaiakan agenda sebelum dan selama Bulan Agustus. Ia mengenakan kerudung krem yang cocok dengan warna gamisnya yang berwarna gelap.
"Bapak ibu, tahun ini RT kita dapat tugas cukup banyak dari RW. Kita kebagian tanggung jawab nyiapke snack untuk beberapa kegiatan besar. Mulai kerja bakti tarub malam tirakatan, kerja bakti tarub pesta rakyat. Jumlahnya lumayan banyak: 80 porsi snack.
Bu Rini melanjutkan sambil membaca catatan kertas kecil di tangannya.
"Belum lagi, kita juga ditugasi menyiapkan konsumsi malam tirakatan, yang terdiri dari snack, makan besar, dan minuman sebanyak 250 porsi. Terus, pas pesta rakyat, kita harus menyiapkan sarapan 250 porsi juga. Terakhir, RT kita juga harus nyiapke konsumsi untuk jalan sehat kelurahan sebanyak 100 porsi."
Pak Wagino, yang duduk di barisan kiri, menghela napas panjang.
"Waduh... akeh tenan kuwi, Bu."
Dana Jadi Isu Sensitif
Setelah Bu Rini selesai menyampaiakan agenda kegiatan, Pak Lutfi mengambil alih pembicaraan. Wajahnya tampak serius.
"Memang benar, bapak ibu. Kegiatan Agustusan kali ini padat sekali. Memang ada beberapa agenda yang dananya langsung dari RW. Tapi tidak menutup kemungkinan anggaran dari RW bisa kurang. Ada juga kegiatan yang dananya memang harus dikeluarkan dari RT kita sendiri."
Bu Karsono, yang duduk dengan tenang, akhirnya angkat bicara. Suaranya lembut, khas orang sesepuh dan penasihat RT.
"Yo wis, nek soal dana, open donasi wae. Wong ora kabeh warga RT iso urunan akeh. Ora kabeh nduweni kemampuan sing podo."
Bu Rini pun menimpali.
"Tenang Bu, kas RT kita masih ada sedikit. Mungkin bisa dipakai untuk nambah-nambah biaya kalau memang kurang. Tapi tetap perlu open donasi supaya semua merasa ikut berpartisipasi."
Pak Lutfi Menengahi
Pak Lutfi, yang selalu dikenal kalem namun tegas, segera menengahi.
"Betul Bu. Kas RT memang bisa dikeluarkan, tapi open donasi juga perlu. Soalnya beberapa kegiatan ini biayae lumayan gedhe. Wong kudu masak 250 porsi, ora sethitik. Ndang dipikirke carane ben ora angel kabeh."
Semua warga mengangguk. Bu Wulan yang sedari tadi mencatat angka-angka di buku bendahara, terlihat mulai menghitung. Sesekali ia mengernyitkan dahi, menghitung perkiraan harga beras, minyak goreng, dan mie.
Pembahasan Kerja Bakti Massal 27 Juli
Pak Wagino, yang malam itu mengenakan batik bercorak abstrak berwarna merah tiba-tiba mengangkat tangan.
"Pak RT, soal kerja bakti massal tanggal 27 Juli se-RW, sistem konsumsi kan donasi. Nanging kula nyuwun pengurus RT bisa sengkuyung sithik saka kas RT. Biar warga semangat kerja."
Bu Wulan langsung mendukung.
"Bener, Pak Wagino. Aku wis ngitung kira-kira butuh piro. Kita siap anggarkan belanja konsumsi kerja bakti massal. Sing penting ora terlalu mewah. Minimal ana snack karo minuman."
Pak Si Wiyono yang duduk dekat jendela, menimpali sambil bersandar ke kursi.
"RT kita kan juga ada yang bikin-bikin snack, itung-itung kita mayoni. Kalau minumnya teh wae sejumbo ben disiapke mbak Dewi. Nah nek dinggo malam tirakatan sing penting ana sambele. Wong Jowo ki ra mathuk nek ra nganggo sambel"
Tawa pun pecah di ruang tamu Bu Karsono. Bahkan Pak Lutfi ikut tertawa kecil, sambil mengangguk.
Rapat Semakin Seru Saat Bahas Menu
Semakin larut, suasana rapat malah semakin hidup.
Bu Dewi (penulis) yang sedari tadi mencatat, akhirnya angkat bicara.
"Bu, Pak, kalau untuk tarub malam tirakatan, gimana kalau menunya mie rebus sama teh anget saja? Soalnya hawa akhir-akhir ini dingin banget. Wong Agustus biasane tambah adem."
Pak Wakijo mengacungkan jempol.
"Wah, apik kuwi. Mie rebus karo teh anget cocok banget pas hawa adem. Wong biasane akeh sing laper bengi-bengi."
Bu Wulan setuju.
"Apalagi mie ora larang. Wong sing tua lan enom kabeh doyan."
Pak Sri Wiyono, yang suka humor, nyeletuk.
"Nek bisa tambahi telor. Mie karo telor rasane luwih enak. Nanging ojo nganti kebangeten regane."
Tawa kembali memenuhi ruangan.
Refleksi Sosial: Hidup RT Itu Tak Pernah Sederhana
Diskusi soal konsumsi seolah sepele, tetapi di baliknya tersimpan banyak beban sosial.
Bu Karsono menoleh ke arah penulis.
"Dek Dewi, kowe ngerti ora, sing paling angel saka urusan RT kuwi lho soal pangan. Nek kurang, sing kena protes sing mbiyen ngurus. Wong urip kampung ora iso ngenyangke kabeh. Sing penting kebersamaan."
Penulis hanya mengangguk. Benar, mengurus RT bukan hal sepele. Butuh kesabaran, keikhlasan, bahkan keberanian.
Kesimpulan Rapat: Temu Warga Jadi Kunci
Akhirnya, Pak Lutfi mengambil keputusan.
"Monggo, kekurangan dana lan pembagian PJ menyiapkan konsumsi selama acara RT 1 Ngunuduh 17-an, kita bahas lebih lanjut di Temu Warga. Biar semua ngerti tugas masing-masing."
Bu Rini mengangguk mantap.
"Yo tenan Pak. Temu warga penting. Supaya ora salah paham. Wong Agustusan ki ora enteng. Nanging yen bareng-bareng, insya Allah iso."
Penutup: Malam Rapat yang Penuh Tawa
Rapat ditutup pukul 21.30 WIB. Para warga bergegas berdiri. Suasana tetap cair, meski udara semakin dingin di luar rumah.
Pak Wagino sempat berbisik pada penulis.
"Aku ki paling seneng rapat RT. Soale ketemu konco-konco. Senajan awak capek, tapi rasane plong."
Bu Karsono menutup rapat dengan doa singkat.
"Mugo-mugo Agustusan iki dadi berkah kanggo kabeh warga RT 1. Ora mung rame, nanging barokah."
Sebelum benar-benar di tutup Pak Luthfi kembali menyampaikan bahwa hasil rapat ini akan disampaikan ke seluruh warga RT 01 saat acara jalan sehat dan temu warga tanggal 20 Juli mendatang. Bu Rini yang berada di sebelah Pak RT dengan cepat menyampaikan khusus jalan sehat besok ada doorprise-nya, kemarin waktu piknik RT doorprise masih ada sisa cukup banyak.
Malam itu, warga pulang dengan hati lega. Meski banyak tugas menanti, semangat gotong royong adalah modal paling berharga.
Dan di TW 8 Kaloran, Ngunuduh 17-an bukan sekadar tema. Ia adalah seni memanen kebersamaan.
Salam Merdeka!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI