Mohon tunggu...
Dew
Dew Mohon Tunggu... Lainnya - Orang biasa.

Halo!

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Antara Idealis dan Realistis, Mana yang Dipilih?

29 Desember 2021   23:00 Diperbarui: 3 Januari 2022   14:30 575
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi merasa bimbang antara 2 pilihan. (sumber: shutterstock via kompas.com)

Sayangnya jawaban-jawaban tersebut masih belum cukup membuat rasa penasaran saya hilang. Rasanya aneh saja. Dalam pikiran saya yang kusut, mengapa kita harus beradaptasi dengan hal-hal yang tidak kita yakini?

Lain cerita, ada tiga percakapan lampau tentang idealisme yang sampai hari ini masih saya ingat. Lagi-lagi, ini bisa jadi sepele, tetapi aneh buat saya.

Percakapan pertama terjadi antara saya dan ayah. Singkatnya saya mempertanyakan mengapa kita harus luluh terhadap nilai baru yang 'dianggap' wajar, padahal kita sama-sama paham bahwa hal tersebut salah.

Kemudian katanya saya terlampau idealis.

Rasanya menyebalkan sekali ketika pemahaman kita justru 'dibelokkan' oleh orang yang menanamkan pemahaman tersebut.

Cerita kedua terjadi dengan seorang sahabat, ketika itu kami sama-sama dalam keadaan putus asa. Sahabat saya ini dikenal idealis, sementara saya ketika itu (ketimbang disebut idealis) adalah tipikal yang naif. Dalam situasi tersebut, ia berkata bahwa, 'di situasi ini sepertinya kita sudah tidak perlu lagi bersikap idealis.'

Lalu perkataan yang seringkali saya dengar dari kebanyakan orang, 'di usia ini masih wajar kalau kalian idealis, semakin bertambah usia kalian akan semakin menyesuaikan diri dan bersikap lebih realistis. Idealis itu ada masanya.'

Dari ketiganya, kesan yang saya dapat justru, bersikap realistis adalah melonggarkan sikap terhadap berbagai bentuk 'kecurangan wajar'.

Dalam kepala, saya berandai-andai, jika idealis itu ada masanya, katakanlah batas usia idealis hingga usia 24, dan mereka yang berusia di atasnya adalah realis, maka yang saya bayangkan adalah betapa mengerikannya negeri ini, dikelola oleh orang-orang realis yang 'longgar' itu. Sekali lagi, ini hanya berandai-andai.

Terlepas dari benar-salahnya pilihan saya saat itu, saya rasa sikap saya, kami, atau siapapun yang menolak melakukan hal-hal yang dirasa tidak sesuai dengan nilai-nilai dasar yang diajarkan dari rumah tidak ada sangkut pautnya dengan idealisme. 

Lagi pula apa itu idealisme? Idealisme yang mana? Saya hanya diajarkan agama dan PPKn. Kata idealis dan realistis rasa-rasanya lebih sering didengar dalam cerita-cerita seperti ini, maknanya serasa menyempit, atau bisa jadi pemahaman saya yang memang sempit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun