Mohon tunggu...
Dewi Nurbaiti (DNU)
Dewi Nurbaiti (DNU) Mohon Tunggu... Dosen - Entrepreneurship Lecturer

an Introvert who speak by write

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Menghadirkan Diri Secara Utuh Saat Berbicara dengan Orang Lain

3 Desember 2015   16:41 Diperbarui: 3 Desember 2015   16:46 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Dewasa ini terasa sekali budaya penghargaan anak kekinian yang disebut juga anak-anak Gen Y terhadap orang lain mulai luntur, atau kalau orang jawa bilang nggak ada unggah-ungguh-nya. Hal ini disebabkan salah satunya oleh perkembangan teknologi gadget yang super cepat memasuki semua lini kehidupan. 

Kini gadget telah berhasil menggantikan laptop kita. Telah berhasil pula menggantikan kalender atau almanak yang biasanya tergantung di dinding. Berhasil juga menggantikan televisi di rumah. Termasuk juga menggantikan fungsi radio yang zaman dahulu kala kitav dengarkan menggunakan batu betarai. 

Kini semuanya berhasil digantikan oleh seonggok benda yang disebut dengan smarthphone atau telepon pintar. Tapi ternyata kepintaran sebuah telepon genggam tidak turut membuat pemiliknya menjadi pintar, bahkan cenderung malas. Dan lebih bahayanya lagi membuat pemiliknya kehilangan budaya tegur sapa dan saling menghargai. 

Saat ini sering kali didapati seseorang yang sedang berbicara dengan orang lain, namun ditangannya terdapat sebuah handphone, maka nyaris orang tersebut tidak mampu konsentrasi dengan lawan bicaranya. Karena gerakan informasi melalui benda yang ada ditangannya jauh lebih menarik daripada orang yang ada di hadapannya. 

Dua orang yang terlibat pembicaraan, dimana salah satunya sambil memegang handphone maka komunikasi dua arah tidak lagi terjadi. Melainkan banyak arah. 

Orang yang tidak bisa konsentrasi dengan lawan bicaranya maka jelas seluruh dirinya tidak hadir di sana. Raganya memang ada di hadapan lawan bicara, namin hati dan fikirannya belum tentu. 

Keadaan ini bertentangan dengan ilmu sosiologi yang pernah saya pelajari. Dimana sikap saling menghargai dengan sesama sulit ditemui di masa sekarang ini. Semua mata tertuju pada layar kaca kecil di genggaman tangannya, menatap tak pernah putus, bahkan kadang diselingi tawa kecil sendirian. 

Seseorang yang seperti ini tidak hadir di hadapan lawan bicaranya. Ia tidak lagi menghargai alwan bicaranya. Jawaban dari pembicaraan bisa jadi hanya “oh..., begitu ya?..., iya..., hm... yayaya....” tanpa bisa menjawab lebih karena dia tidak fokus dengan inti pembicaraan. 

Jelas benar gadget telah berhasil mendekatkan yang jauh serta menjauhkan yang dekat. Kadang berusaha konsentrasi dengan lawan bicara, namun tak jarang kepalanya naik turun menatap lawan bicara sambil bergantian menatap layar telepon pintar. Dan jawaban yang diberikan hanya sekedar basa basi saja. 

Salah satu bentuk penghargaan diri terhadap orang lain adalah menatap matanya saat berbicara. Ilmu komunikasi yang sederhana ini ternyata mampu memberikan efek positif terhadap lawan bicara. Ia merasa didengarkan, diperhatikan dan dihargai dengan seluruh jiwa raganya. 

Sehingga ketika menanggapi pembicaraanpun dapat dilakukan dengan maksimal, tidak sekedar “oh gitu ya.....” 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun