Mengacu pada teori simulakra Baudrillard, ketika Ziarah menjadi estetika digital yakni tempat ibadah dalam media sosial dapat kehilangan makna sebagai ruang suci dan menjadi latar visual untuk konsumsi estetika. Tempat suci yang sakral tereduksi menjadi konten visual, mengaburkan maknanya. Oleh karena itu, ziarah rekreasi harus dilihat bukan hanya sebagai perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan batin. Zarkasi dan wisata religi di tempat ibadah merupakan fenomena yang kaya manfaat sekaligus penuh tantangan. Dengan pemahaman yang baik berdasarkan teori fungsi sosial Durkheim, kita dapat melihat bahwa tempat ibadah tidak hanya berfungsi sebagai ruang ibadah, tetapi juga sebagai ruang sosial yang mampu mempererat solidaritas umat melalui pengalaman kolektif . Namun, upaya ini harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian agar kesakralan dan nilai spiritual tidak tergerus oleh dinamika pariwisata modern. Pengelolaan yang cermat dan edukasi yang berkelanjutan menjadi kunci utama agar wisata religi tetap mampu memberi manfaat maksimal, baik secara spiritual, sosial, maupun ekonomi. Dengan demikian, ziarah rekreasi tidak hanya menjadi perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan hati yang memperkaya jiwa dan memperkuat ikatan sosial dalam masyarakat. Kita harus menghidupkan kembali semangat rihlah bahwa perjalanan ke tempat ibadah bukan hanya rekreasi, tetapi refleksi dan transformasi diri.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI