Mohon tunggu...
dewi mayaratih
dewi mayaratih Mohon Tunggu... Konsultan - konsultan

suka nulis dan jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Rumah Besar yang Harus Kita Jaga

12 Februari 2021   13:56 Diperbarui: 12 Februari 2021   14:19 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di sebuah kota kecil di Jawa Tengah, ada sebuah desa dengan banyak keberagaman. Satu rumah yang dihuni oleh orangtua dengan tiga anak yang berangkat dewasa punya keberagaman yang sangat kaya. Orang tua mereka beragama Islam, namun anaknya ada yang beragama Kristen, Katolik dan Budha. Namun mereka tetap rukun dan saling menghargai. Kondisi itu selalu mereka jaga.

Begitu juga di beberapa wilayah di Jawa Timur, keislaman mereka sangat moderat sehingga dapat hidup berdampingan dengan kaum yang berbeda dengan baik dan tanpa beban ideologis. Mereka saling tolong dan menghargai, sehingga tumbuh kebersamaan yang baik. Fenomena ini masih kita temui di beberapa kota kecil di pesisir dan pedalaman Jawa Timur dan sebagian Jawa Tengah. Sehngga tidak heran jika ada bencana alam yang berdampak banyak akan melibatkan mereka untuk melakukan pemulihan fisik dan psikologis. Ini sangat membantu pemerintah daerah setempat dan masyakarakat yang terdampak karena pertolongan datang dengan cepat dan tanpa hirarki yang berbelit.

Semakin ke barat, fenomena ini semakin tergerus. Konservatisme agama tertanam kuat di banyak kaum di sana sehingga suasana seperti yang saya gambarkan di atas nyaris tidak diketemukan. Keyakinan mereka bersifat eksklusif dan itu mempengaruhi cara mereka bertetangga dan mengolah hidup dan lingkungan mereka. Hal itu juga merambah pada sekolah-sekolah.

Makin banyak sekolah yang  makin mengenal konservatifisme agama dari orangtua dan para guru. Sementara itu pemerintah hanya mengurusi hak-hal pokok dalam pendidikan seperti kurikulum dan kegiatan administrasi lainnya. Sedangkan hal-hal yang menyangkut kebinekaan dan moral seringkali diserahkan kepada staf pengajar dan orangtua sehingga kita bisa dapati bagaimana seorang anak sekolah mengatai orang yang berbeda suku dan agama dengan kata yang kasar dan tidak sepatutnya.

Intoleransi seperti ini lalu menjadi awet dan kuat karena fenomena politik. Agama sering dijadikan alat untuk memuluskan seseorang mendapatkan kekuasaan,meski dengan cara yang sangat melukai pihak lain dan tidak seharusnya. Banyak masyarakat --termasuk kaum terpelajar seperti kaum pendidik dan para murid dan mahasiswanya.

Dalam titik seperti inikebinekaan seakan menjadi masa lalu yang hanya muncul saat kita kelabakan menghadapi intoleransi dan aksi radikalisme. Bagaimana seorang mahasiswa atau pelajar belajar membuat bom rakitan dan akan meledakkannya di kantor polisi. Hal-hal seperti inilah yang harus diwaspadai.

Seperti desa di di Jawa Tengah itu, kita punya satu rumah besar bernama Indonesia dengan bermacam-macam orang di dalamnya yang seharusnya bersatu untuk kemajuan bersama. Hidup bersama dengan kebinekaan di dalam rumah besar inilah harus kita jaga.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun