Mohon tunggu...
Dewi Leyly
Dewi Leyly Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - ASN

Life is a journey of hopes.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Janji... Oh Janji (part 6)

29 September 2022   17:16 Diperbarui: 29 September 2022   18:12 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto : FB Enjoy

" Fred, aku pingin ngomong sesuatu dengan kamu. Ada waktu nggak ? " tanya Iwan, teman Fredy yang lumayan cukup akrab, meski nggak akrab-akrab banget.

" Sekarang ? " tanya Fredy, menjawab pertanyaan Iwan.

" Kamu bisa, nggak ? " tanya Iwan lagi.

" Hmm... " Fredy melirik arloji di tangan kanannya. Jam 2 siang. "Oke deh. Tapi jam setengah empat sudah selesai 'kan ? Soalnya adikku pulang jam segitu, ada pelajaran tambahan, " terang Fredy.

" Makasih lho ya. Kujamin nggak sampe jam setengah empat, koq ! " janji Iwan.


" Kayaknya kok serius sih, Wan. Ada apa ? " tanya Fredy.

" Dibilang serius sih nggak juga. Santai saja. Emmm, gimana kalau kita ngomong-ngomongnya di kantin saja. Mungkin suasananya bisa lebih enak dan nyaman, " tawar Iwan.

" Terserah kamu aja deh, Wan. Tapi aku lebih senang kalau kamu ..." Fredy tak melanjutkan kata-katanya.

" Nraktir ....!!! " lanjut Iwan meneruskan kata-kata Fredy. " Iya, kan ? "

" Tahu aja, kamu ! " jawab Fredy. "Tapi nggak apa-apa, kan ? " tanya Fredy lagi.

" Iya lah. Itung-itung buat nepatin janji ! " jawab Iwan.

" Janji apa ya ? " batin Fredy bertanya-tanya. Bahkan sampai di kantin bakso belakang sekolah, Fredy belum menemukan jawabannya.

" Ayo Fred, pesan saja sesukamu. Entar aku yang bayar. "

" Sip. Nggak usah disuruh, aku akan pesan yang banyak sampai perutku kenyang, " jawab Fredy tanpa sungkan-sungkan. Dan kemudian ia pun sudah memesan bakso dengan porsi 'lain dari biasanya'. Maklumlah, lagi gratis nih, kapan lagi ada kesempatan.

" Eh Wan, ngomong-ngomong kamu pernah janji apa ya sama aku ? " tanya Fredy sambil menunggu bakso pesanannya datang.

" Ya, itulah yang mau aku omongin sekarang, " jawab Iwan.

" Ooo, gitu toh. Oke deh, omong aja sekarang, aku siap mendengar, " Fredy memasang tampang serius, siap mendengar cerita Iwan.

" Kamu ingat nggak, janji kita setahun yang lalu ? "

" Janji untuk nggak pacaran sampai lulus SMA. Ya, masih kuingat koq, " jawab Fredy setelah beberapa saat mengingat.  "Tapi itu 'kan janji kamu, jadi aku nggak apa-apa seumpama melanggarnya, " lanjut Fredy, tapi cuma dalam hati. Hihihi.

" Betul. Itu yang kumaksud. Dan aku punya janji lain lagi, yaitu ... " Iwan tak melanjutkan kata-katanya, memberi kesempatan Fredy untuk mengingat-ingat lagi.

" ... untuk mentraktir aku seumpama aku melanggarnya ! " Fredy jadi ingat dengan janji Iwan waktu itu. Maklumlah, kalau soal makanan, Fredy tampaknya sensitif banget.

" Kalau soal mentraktir aja, kamu pasti ingat ! " ejek Iwan.

" He... he... he... " jawab Fredy sambil mulai menikmati bakso pesanannya yang baru saja datang. Benar-benar porsi jumbo. Iwan hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat 'semangat makan'  Fredy.

" Nyam... Nyam... Sedap, Wan ! " gumam Fredy sambil terus menyantap bakso di hadapannya. " Habisnya aku kenyang, terus dapatnya gratis, sih, " tambah Fredy.

" Fred... Fred... Untung aja aku cowok. Coba kalau aku cewek... "

" Memangnya kenapa ? " potong Fredy, agak nggak senang mendengarnya.

" Bukannya apa-apa, Fred, " Iwan mencoba menetralisir ucapannya yang sedikit menyinggung Fredy. " Maksudku, kalau aku cewek yang suatu saat nanti menjadi ibu rumah tanggamu, pastinya aku paling sibuk masakin makanan yang banyak buat kamu. Habisnya selera makanmu kalau gratisan kayak begitu sih. Nggak kuaaattt... ! " tambah Iwan sambil bergurau. Fredy tertawa mendengarnya.

" Ya, kalau yang itu sih, mestinya dia yang pengertian dong. Gimana dia bisa ngasih perhatian ke aku, terus gimana pula perasaanku padanya ... " ucap Fredy agak sembarangan alias sedikit ngelantur, sambil terus menyantap bakso di hadapannya.

Iwan terpekur mendengar kata-kata Fredy. Seperti ada sesuatu yang sedang dipikirkannya. Fredy memperhatikannya.

" Lho, Wan, kamu kenapa ? Eh, boleh nambah lagi nggak ? " tanya Fredy. Iwan cuma mengangguk.

" Wan, ada apa ? Apa ucapanku ada yang salah ? Sorry lho, aku nggak bermaksud menyinggungmu !" ucap Fredy.

" Nggak apa-apa. Tapi omonganmu yang tadi barusan, membuat aku jadi ingat sama ... "

" Sama siapa, hayo ? Wah, jangan-jangan kamu udah punya pacar nih ? Terus kamu nraktir aku ya ? Wah... wah... wah... Ada kemajuan nih. Tapi kenalin dulu dong sama aku, " cecar Fredy bertubi-tubi.

" Nah, itu yang mau aku omongin, " kata Iwan akhirnya.

" Anak mana, Wan, yang sanggup melumerkan hatimu yang keras bagai batu. Aku musti ngacungin jempol sama dia. Dan suatu saat nanti kalian berdua akan kutraktir bakso. Oke ! "

" Ah, jangan nggede-gedein dulu dong. Ini masih tahap pendekatan. Iya kalau dia juga kasih respon yang menyenangkan. Kalau dia menolak ... "

" Kejar terus, Wan. Tempel terus kayak perangko. Jangan mundur. Maju terus pantang mundur. Wow, keren ! " semangat Fredy untuk Iwan. Iwan cuma ber-hehehe mendengar tanggapan Fredy.

" Kalau perlu mak comblang, aku bantuin deh. Suwer, kamu bisa mengandalkan aku, " lanjut Fredy mempromosikan dirinya.

" Kurasa tidak perlu, Fred. Tapi makasih atas tawaranmu itu. Yang aku takutkan, musti berapa mangkok lagi yang harus aku traktirkan untuk kesediaanmu menjadi mak comblangku... " gurau Iwan saat melihat bakso pesanan Fredy yang ke-2 datang. Fredy merah mendengarnya. Malu. Dan agak tersindir.

" Kalau kamu nggak rela, entar baksonya aku bayar sendiri aja deh. Tapi ... " Fredy meraih semua saku di baju dan celananya. Diraba-raba...

" Tapi apa ... ? " tanya Iwan tak mengerti.

" Kali ini tolong bayarin dulu ya. Soalnya aku lagi tongpes nih. Cuma lima ratus perak doang, nggak ada saudaranya yang lain ! " pinta Fredy sambil menunjukkan koin pecahan Rp 500.

" Ha... Ha... Ha... Fred... Fred... aku 'kan udah bilang kalau kali ini aku traktir. Makan aja dengan tenang. Nanti aku yang bayar. Atau kalau uangku nggak cukup, paling-paling kamu disuruh tinggal untuk cuci-cuci mangkok. He... He... He... !!! "

# Pare, medio 1998
# written by Dewi Leyly

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun