Akhir pekan lalu aku berkesempatan berbincang dengan seorang anak muda yang inspiratif. K-Ners yang pernah membaca artikelku dengan judul Ibrahim, Founder Mag Fire Lulus S2 MBA ITB tentu tidak asing dengan ulasanku tentang kompor surya.Â
Senang sekali nih hari sedang cerah ditemani matahari yang bersinar hangat. Â Obrolan kami berlangsung di teras yang sejuk karena dinaungi pohon tanjung yang rindang. Harum bunga kamboja yang terbawa angin semilir bagai mood booster.Â
Aku ingat tentang Mag Fire karya inovasi berupa kompor surya yang digagas oleh Ibrahim. Selama dua tahun lebih dia mengembangkan prototype yang kemudian dilaksanakan uji coba pemanfaatannya bersama komunitas berkelanjutan di Bandung, Kuningan, Solo, dan Cirebon.
Aku cukup penasaran dengan hasil penelitian yang dilakukan Ibrahim yang juga telah dijadikan tesis sebagai syarat kelulusannya dari program studi Magister Business Administration Institut Teknologi Bandung.
Apa yang ingin diteliti dalam uji coba tersebut? Menurut Ibrahim yang telah lulus dan diwisuda pada bulan April 2024 inovasi kompor surya ini perlu dicoba oleh ibu rumah tangga yang menjadi sasaran atau subyek pengguna utama. Komunitas berkelanjutan sebagai tempat ibu rumah tangga melakukan aktivitas pembelajaran juga mendukung kegiatan uji coba ini.
Adopsi teknologi dan penerimaan sosial kompor surya diteliti oleh Ibrahim selama lebih dari 6 bulan. Kesimpulan dari pembahasan mengenai adopsi teknologi dan penerimaan sosial kompor surya di Indonesia adalah bahwa, berdasarkan temuan dan analisis, terdapat bukti adanya adopsi teknologi dan penerimaan sosial kompor surya di kalangan komunitas berkelanjutan di Indonesia.Â
Ibrahim mengatakan bahwa dalam hal adopsi teknologi, temuan menunjukkan bahwa komunitas ibu rumah tangga yang berpartisipasi dalam proyek Teras Hijau di Bandung mampu belajar menggunakan kompor surya dalam waktu yang relatif singkat. Mereka menyatakan dan  menganggapnya sebagai alternatif yang layak untuk kompor gas dalam memasak pada siang hari.Â