Mohon tunggu...
dewi laily purnamasari
dewi laily purnamasari Mohon Tunggu... Dosen - bismillah ... love the al qur'an, travelling around the world, and photography

iman islam ihsan

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Belajar Mengatasi Belenggu Keterbatasan dari Buku "Si Anak Cahaya" Karya Tere Liye

24 Juni 2022   15:40 Diperbarui: 24 Juni 2022   17:58 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Asyiknya mengisi waktu luang dengan menuntaskan membaca buku "Si Anak Cahaya." Dokumen pribadi.

Penasaran dengan Nung, ibu dari Amelia "Si Anak Kuat" yang telah aku tulis kisahnya di sini. Siapakah Nung? Seorang ibu dengan 4 orang anak yang diberi masing-masing memiliki julukan keren: "Si Anak Pemberani, Si Anak Pintar, dan Si Anak Spesial."

"Namaku Nurmas, itu nama yang indah sekali. Nur itu cahaya, mas atau emas itu logam mulia yang berharga. Aku harap, suatu saat cahaya dan kemuliaan kau akan menyatu, berkilau."

Buku setebal 417 halaman dengan 26 bab, Prolog dan Epilog yang diterbitkan Republika ini mampu membuatku betah duduk berlama-lama di kursi perpustakaan keluarga. Tak sabar menuntaskannya ... Kalau bisa dalam satu hari. Dialog-dialog yang sarat hikmah begitu menggetarkan hatiku. 

Sesekali aku menarik nafas panjang menahan rasa haru. Bila tak kuasa ... Ya sudah pasrah saja ketika airmata meluncur membasahi pipi. Hi3 ... Gak ada yang liat juga, begitu batinku. Sambil mengusap ujung hidung dengan tissue.

Buku karya Tere Liye ini bercerita tentang Nurmas, si anak cahaya yang memiliki petualangan masa kecil yang penuh keceriaan dan menakjubkan. Apa yang sebenarnya dilakukan Nurmas hingga penduduk seluruh kampung selalu mengingat kejadian yang membuatnya resmi dipanggil si anak cahaya?


Koleksi buku karya Tere Liye yang juga jadi bacaan favorit anakku Teteh. Dokumen pribadi.
Koleksi buku karya Tere Liye yang juga jadi bacaan favorit anakku Teteh. Dokumen pribadi.

Cerita ini terjadi saat Indonesia baru saja merdeka. Negara yang masih belia pada tahun 1950. Waaahhh ... Ini tahun kelahiran Mamah. Iya ... Mamahku lahir tahun 1950. Kisah keteladanan Mamah aku tuliskan di sini. 

Kisah ini juga mengingatkan aku akan berbagai cerita dari Bapa yang lahir tahun 1940 dan mengalami berbagai keterbatasan hidup sebagai anak desa di kaki gunung Ciremai.

Benar sekali yang diceritakan Tere Liye, masa itu murid-murid Sekolah Rakyat (SR) belajar tanpa seragam, berangkat ke sekolah mengenakan baju yang dipakai sehari-hari, bertelanjang kaki alias nyeker, alat tulis yang digunakan adalah sabak dan grip. Sabak adalah tempat menulis sebagai pengganti buku tulis terbuat dari lempengan batu karbon berwarna hitam. Grip adalah alat tulis seperti kapur berwarna putih. 

Bapa bercerita hal yang sama. Di desa Bapa SR hanya sampai kelas 3, jika ingin melanjutkan harus ke kecamatan berjalan kaki 5 kilometer. SMP harus ke Kota Cirebon dan tinggal di rumah kerabat. Lalu melanjutkan SMA ke Kota Sukabumi ikut kakaknya yang sudah menikah dengan seorang guru di sana. Bapa bersyukur berhasil diterima di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tahun 1960.

Cerita Nurmas yang tinggal di sebuah kampung yang memiliki keterbatasan akses terhadap pendidikan tidak menyurutkan semangatnya untuk belajar. Beragam bentuk keterbatasan itu seperti aliran sungai yang deras dan dalam, atau seperti gunung tinggi nan terjal.

Belenggu keterbatasan itu mampu diatasi oleh Nung juga oleh bapaku yang menyelesaikan kuliah kedokteran pada tahun 1966. Masa yang genting saat itu. Beliau juga menjadi aktivis 66 bersama kakak dan adik tingkatnya di UI.

Hikmah yang aku dapat dari kisah di buku ini dan kisah nyata Bapa juga Mamah adalah perjuangan mengatasi belenggu keterbatasan dengan:
1. Semangat;

2. Ketekunan;

3. Kegigihan;

4. Kejujuran;

5. Keberanian;

6. Ketulusan; dan

7. Keceriaan.

Dalam buku ini aku berkenalan dengan karakter guru mengaji yang luar biasa bernama Kakek Berahim. Ada Dokter Van, dokter Belanda yang memilih tetap tinggal di Indonesia. 

Dokter ini termasyur di kota Kabupaten. Dia ramah dan mengobati tanpa pandang bulu, orang kaya, ningrat, miskin, orang kampung, orang kota, semua diterimanya. 

Dokter Van bisa dibayar dengan apa saja, rupiah, gulden, cincin, pisang, hasil bumi, termasuk ikan asap yang pernah Nung bawa ke sana saat meminta tolong untuk mengobati ayahnya yang sakit.

Duuuhhh ... Serupa benar ini dengan cerita Bapa, yang bekerja di sebuah kota Kabupaten menjadi dokter yang harus keluar masuk desa. Bisa dibayar pakai apa saja ayam, bawang, beras, palawija, bahkan yang tidak membayar pun tetap ditolong.

Tokoh yang inspiratif lainnya adalah guru sekolah Nung bernama pak Zen. Guru yang aplikatif dan mengajar dengan basis proyek untuk murid-muridnya. Keren sekali bukan? Sekarang baru saja ada Merdeka Belajar, nah ... Pak Zen sudah menjalankan dengan sepenuh hati apa yang disebut "Merdeka Belajar dan "Bahagia Belajar." 

Saat masih banyak pemberontakan di sana-sini di negara Indonesia. Saat Belanda belum rela negara jajahannya merdeka. Saat ada orang-orang barisan sakit hati yang malah menusuk dari belakang kepada saudara sebangsanya.

Tentang apa itu bahagia belajar aku tuliskan di sini. Monggo mampir bila berkenan.

Bapa dan Mamah teladanku. Dokumen pribadi.
Bapa dan Mamah teladanku. Dokumen pribadi.

Jadi ingat Mamah pernah cerita saat usianya 2 atau 3 tahun harus lari dari rumah karena ada gerombolan yang turun dari gunung untuk mengambil bahan makanan atau barang berharga dari penduduk. 

Bapa bercerita saat ayahnya yang seorang guru dipukuli dan dipenjara oleh Belanda karena dituduh menjadi pelindung tentara Indonesia. Walau akhirnya dibebaskan kembali. 

Namun kenangan itu membuat Bapa bertekad untuk menembus batas keterbatasan dengan belajar hingga menjadi dokter spesialis. Mamah pun menjadi inspirasi bagi anak-anaknya dengan terus semangat belajar samapi meraih magister hukum lalu menjadi dosen dan pengacara hingga kini diusianya yang ke-72.

Belajar mengatasi belenggu keterbatasan dari kedua orangtuaku. Dokumen pribadi.
Belajar mengatasi belenggu keterbatasan dari kedua orangtuaku. Dokumen pribadi.

Barakallah ...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun