Mohon tunggu...
Dewi Kurniasari
Dewi Kurniasari Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Pembelajar sejati : suka belajar dan berbagi agar senantiasa bertumbuh dan bermakna. Learning - Sharing - Growing - Meaning

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ada Apa dengan Winda?

28 Mei 2015   11:55 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:31 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Ok, transfer aja seadanya dulu, aku lagi perlu banget. Jangan hanya ngomong doang mau diprioritaskan. Atau mungkin selama ini aku salah menganggapmu saudara”, selanjutnya tak ada jawaban, apalagi transferan ... Hatinya tak tergerak untuk menyelesaikan masalah secara baik-baik. Sepertinya hati Winda sudah membatu...

Dua bulan pertama Winda masih suka minta maaf jika tak bisa menepati janji, namun dua bulan berikutnya seperti angin saja. Beberapa kali Winda tak menanggapi sms atau WA dari Ranti. Kebetulan mereka tinggal di kota yang berbeda. Ranti tahu rumah mamih Winda dari Ririn, dan berniat minta tolong mamihnya untuk mengingatkan Winda agar segera melakukan kewajibannya. Sudah tiga kali Ranti ke rumah orang tua Winda tapi tak jadi masuk karena takut mamihnya kaget dan sakit lagi. Saat hal itu disampaikan ke Winda, dia menjawab, “Iya Ti, ini aku prioritaskan bayar, tunggu ya nanti langsung kukabari”. Sebulan berlalu tak juga terjadi. Ranti jadi bertanya-tanya, apakah memang kehidupan Winda begitu sulit, atau gaya hidupnya yang membuat ia tak bisa mengembalikan pinjaman.

Kadang Ranti begitu marah karena merasa dipermainkan oleh Winda, tapi hatinya luruh saat mengingat kesulitan yang mungkin dialami Winda yang hidup sebagai single parents dengan tiga anak. Sikap Winda membuatnya bingung apakah ia harus berusaha maksimal untuk mendapatkan kembali sisa pinjaman, atau mengikhlaskannya saja agar pikiran dan perasaannya lebih tenang.

Ranti pernah mengikhlaskan uang sebesar 3 juta, karena peminjam saat itu benar-benar memerlukan dan bilang ia hanya bisa menggantinya dengan cara mencicil. Ranti malah tak tega, dan memutuskan untuk melunaskannya saja. Ingin Ranti melakukan hal itu juga pada Winda, namun saat itu Ranti sedang dalam kesulitan keuangan. Betapa besar nilai 1,8 juta untuk keperluan sehari-hari agar anak-anaknya tak perlu ikut prihatin. Apalagi Winda sesumbar bisa menggantinya walau, tak pernah terbukti.

Akhirnya Ranti minta pendapat Ririn, tantenya. Ia begitu kaget mendengar penjelasan Ririn, kalau Winda memang memiliki kebiasaan meminjam ke sana-sini tanpa berusaha untuk mengembalikan. Ririn menyarankan untuk minta bantuan orang ketiga dalam menyelesaikan masalah itu. Ririn juga menghubungi Winda dan mengingatkan, katanya akan ditransfer minggu ini. Bahkan sempat minta nomor rekening lagi, tapi tetap saja tak dia lakukan.

Ranti jadi teringat, bahwa Winda pernah mengatakan memiliki kakak sepupu yang bekerja di perusahaan yang sama dengan tempat Ranti bekerja. Ranti mendatangi kakak sepupunya tersebut, dan mendapat sambutan yang baik. Namun kakaknya tersebut dengan tegas mengatakan tidak bisa membantu karena memang hubungan mereka tidak terlalu dekat. Yang membuat Ranti sedih, kakaknya itu mengatakan bahwa tak ada masalah dengan biaya rumah sakit. Berarti Winda memanfaatkan situasi untuk mengelabui Ranti .... tega-teganya ia menjual nama mamihnya sendiri.

Ranti mulai merenungkan semuanya, apakah ia memang bodoh telah terperdaya seperti apa kata Ririn dan teman-teman yang ia mintai pendapat. Apakah salah membantu orang lain saat ia sendiri juga dalam kesulitan? Ranti hanya merasa, semua itu sudah ada dalam pengaturan-Nya. Pasti ada hikmah dari semuanya, bahwa ia harus lebih berhati-hati dan tidak mudah percaya pada orang lain. Hikmah lain, bahwa rejeki itu sungguh di luar kewenangan manusia, tapi sudah ada dalam ketetapan-Nya.

Karena Ranti sendiri sedang membutuhkan uang untuk keperluan anak-anaknya, kembali ia terjebak dalam dilema, mengikhlaskan saja untuk Winda atau terus berusaha maksimal mendapatkan kembali haknya? Sebenarnrya ia sudah mendapatkan jawaban dalam Al Qur’an, surat Al Baqarah ayat 280 yang berbunyi “Dan jika orang berhutang itu dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan sebagian atau semua utang itu, lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”. Ranti percaya sepenuhnya pada ayat itu, dan mulai mempertimbangkan untuk menyedekahkannya saja. Namun saat ia sampaikan ayat itu pada Winda, ia tak meresponnya sama sekali.

Ah, ada apa sebenarnya dengan Winda? Mengapa ia bersikap seperti itu? Mengapa ia tega memanfaatkan situasi mamihnya dan memperlakukan Ranti seperti itu? Mengapa tak ada rasa bersalah dan rasa malu atas semua yang telah diperbuatnya, atas semua perkataan kosongnya?

Ingin rasanya Ranti melihat niat baik Winda untuk menyelesaikan masalah utang piutang ini dengan cara yang baik sebagai saudara, karena masalah yang satu ini tidak bisa dianggap enteng. Jika tak selesai saat umur kita habis, akan membebani dan menghalangi jalan pulang. Ya Rabb yang Maha Membolak-balikkan hati, berilah petunjuk untuk kami dan lembutkanlah hati kami. Aamiin yra ...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun