Mohon tunggu...
Dewi Aida
Dewi Aida Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Tetap mencoba berkarya

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Ibu yang Menjadi Punggung Keluarga

13 Desember 2021   05:51 Diperbarui: 13 Desember 2021   06:27 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Ibu Yang Menjadi Punggung Keluarga

Pendidikan sangat penting dan keinginan putrinya untuk belajar menjadi sumber dorongan bagi Jemi untuk memperjuangkan keinginan anak-anaknya. Sejak 2019, putrinya sudah mulai menghadiri perkuliahan. Dengan modal yang diperoleh dari hasil panen terakhir, ia mampu menanggung biaya yang harus dibayar. Dimulai dari pembayaran UKT yang cukup mahal sampai pembayaran pondok.

Jemi adalah seorang petani dan juga pedagang sembako kecil-kecilan di sebuah desa yang terletak di kecamatan kangkung, kabupaten Kendal. Sejak kepergian suaminya lima tahun yang lalu, ia harus merangkap menjadi ibu sekaligus ayah untuk putra-putrinya. Umurnya yang sudah lebih dari setengah abad tidak menghalangi niat putrinya untuk belajar. Ia tak pernah lelah bekerja demi membiayai pendidikan putrinya dan untuk kebutuhan keluarga. Beliau bekerja mulai dari matahari terbit, dan pulang ketika adzan dhuhur kemudian dilanjut membuka warung sembako sampai matahari terbenam.

Ibu dari tiga anak ini tidak ingin nasib anak-anaknya sama sepertinya, yang berhenti sekolah karena keterbatasan dana. Peran yang dijalankan untuk menjadi ibu sekaligus menjadi tulang punggung tidaklah mudah baginya. Tapi walaupun dia hanya seorang petani, dia benar benar memahami pentingnya pendidikan untuk anak-anaknya.

 Ia juga memahami bahwa perkembangan dunia akan terus menerus berkembang. Jika anaknya tidak mendapat pendidikan, mereka akan jauh tertinggal. Jadi sudah menjadi tugasnya sebagai orang tua untuk mengirimkan anaknya ke jenjang perkuliahan.

Berbicara tentang kondisi desanya, jemi mengatakan bahwa dari ratusan anak muda di desanya, hanya beberapa saja yang melanjutkan pendidikan perguruan tinggi. 

Beberapa orang tua masih belum memahami pentingnya pendidikan, bahkan mereka juga pesimis tidak akan dapat menyelesaikan pembayaran selama sekolah, anak-anaknya pun hanya memikirkan bagaimana mendapat pekerjaan dengan modal ijazah SMA.

Ibu Jemi sangat bersyukur putrinya dapat melanjutkan ke perguruan tinggi dan mau mengkaji ilmu agama di pesantren. Beliau hanya bisa mendukung dan mendoakan. 

Beliau mengorbankan apapun demi putrinya untuk membiayai kuliah beserta pesatrennya. Bu Jemi tidak pernah pesimis dalam masalah biaya karena dia yakin Allah itu sudah mengatur semuanya.

"Wis rausah khawatir nok, duit nik kanggo nggolek ilmu iku ndilalah ono wae, Gusti Allah iku sugih wis njalok wae karo Gusti Allah" (Sudah tidak usah dipikirkan nak, uang kalau untuk sekolah mencari ilmu itu InsyaAllah ada saja. Allah itu Maha Kaya, minta saja pada Allah). Katanya dengan tengas dan percaya diri meyakinkan putrinya.

Menurutnya, belajar itu sangat penting. Tidak kalah dari nak-anknya, jemi juga belajar dengan caranya sendiri. Ia biasanya membaca ayat-ayat Al-Qur'an untuk membuat pikiran dan hatinya tenang. Tidah hanya itu, Ia juga membaca manaqib ketika waktu luang dan juga selalu bersholawat disaat melakukan kegaiatan apapun. Dia juga pernah berpesan, "Sesibuk-sibuknya dengan urusan dunia, jangan sekali-kali meninggalkan sholat ya nduk... dan jangan lupa sholawatnya dijaga".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun