Kopi Lelet John Soditan terkenal di kalangan warga. (Dokumentasi Pribadi)
Secangkir kopi Rp4 ribu rupiah. (Dokumentasi Pribadi)Â
Warung kopinya relatif sederhana. Ada meja-meja pendek yang di atasnya ditata roti dan aneka jajanan. Pembeli harus mencopot alas kaki dan duduk lesehan.
Kami memesan dua kopi lelet. Totalnya Rp8 ribu. Kopi tersebut dihidangkan dalam cangkir yang mungil beserta alasnya.
Cangkirnya mungil. (Dokumentasi Pribadi)
Nah, cara meminum kopi lelet yaitu kopi dituang ke alas cangkir biar tidak kepanasan ketika menyeruputnya. Kopinya rasanya gurih dan tidak asam. Kopi tersebut kemudian menyisakan ampas kopi di alas cangkir.
Dituang ke alas cangkir. Disantap dengan klobot jagung dan sawut singkong. (Dokumentasi Pribadi)
Ampas kopi itu biasanya digunakan untuk melakukan nglelet atau mengoleskan ampas kopi ke rokok agar rasa dan aroma rokoknya ada unsur kopinya. Cara seperti ini konon dulu dipopulerkan oleh para santri di Lasem.
Sambil menyeruput kopi, aku menikmati klobot jagung yang gurih dan tak begitu manis. Enak banget dan murah. Sayang aku cuma beli satu.
Ampas kopi untuk lelet. (Dokumentasi Pribadi)
Sawut singkongnya tak begitu manis. Gula merahnya tak banyak. Jajanan ini karena berbahan singkong jadi terasa mengenyangkan.
Sebelum menuju penginapan, kami jajan es cincau hijau dengan kuah santan plus gula merah yang manis. Semua makanan ini akan kami santap di penginapan.
Es cincaunya rupanya kemanisan untuk ukuranku sehingga kutambah air matang. Cincaunya yang lebar dan tawar cocok disantap dengan kuah santan dengan gula merah.
Pecelnya minimalis. Pepesnya sedap. (Dokumentasi Pribadi)
Pecelnya isinya minimalis, hanya kangkung, tauge, Â dan bumbu pecel. Sedangkan pepesnya rupanya menggunakan bumbu kuning yang cenderung gurih.
Pepes bandengnya berukuran besar dan mengenyangkan. Aroma tanah dari bandeng hilang oleh bumbu pepes. Aku sendiri lebih suka pepes dengan bumbu merah alias pelasan khusus untuk bandeng.
Lihat Foodie Selengkapnya