Koper berisi pakaian sudah masuk ke dalam bagasi. Kini aku memasukkan tas terakhir berisi makanan ringan dan minuman di deretan kursi bagian tengah. Setelah menyalakan lampu di bagian teras dan belakang, aku pun berpamitan ke satpam untuk melakukan perjalanan mudik panjang, dari Jakarta menuju Malang.
Mudik merupakan kegiatan sebelum lebaran yang rutin kulakukan. Biasanya aku menggunakan transportasi umum seperti pesawat terbang dan kereta api. Kini karena kurang persiapan maka aku harus menggunakan kendaraan pribadi. Aku kehabisan tiket kereta api. Sedangkan tiket pulang pergi pesawat terbang begitu mahal. Akhirnya dengan menguatkan hati dan rajin memantau arus mudik aku dan suami pun memutuskan berangkat pagi-pagi.
Aku berulang kali memeriksa kondisi lalu lintas di Tol Jakarta-Cikampek dan Tol Cikopo-Palimanan. Jangan sampai kondisi lalu lintasnya merah hingga hitam, doaku. Perjalanan kali ini tidak langsung bablas, karena harus menjemput keponakan dan mertua. Ibu pasangan minta diantar ke Kalijati, Subang, keponakanku akan ikut kami ke Malang.
Ketika hendak melanjutkan perjalanan aku was-was karena garis menghitam selepas gerbang Cikarang Utama. Akhirnya kami pun menggunakan jalan biasa melewati Delta Mas menuju gerbang Tol Cikarang Timur. Untunglah strategi ini membuahkan hasil. Memang ada merah di sana-sini tapi dibandingkan tahun sebelumnya jauh lebih mulus.
Lain halnya dengan Tol Cipali. Saat itu Tol Cipali masih begitu padat. Akhirnya kami memilih Tol Purbaleunyi untuk mengantar ibu pasangan ke Kalijati. Tolnya sepi, berbanding terbalik dengan Cipali. Sejam kemudian kami pun tiba di Kalijati dan istirahat sekitar sejaman.
Kami pun kemudian bermacet-macetan di Tol Cipali setelah beristirahat. Eh ternyata pasangan mengaku lelah dan mengantuk. Ya mau tak mau kami harus berhenti karena menyetir dengan kondisi mengantuk sangat berbahaya. Sayangnya rest area Km130 penuh dan kami diminta melanjutkan perjalanan. Eh mungkin karena mengantuk ada saja yang tak tertib dan berhenti di bahu jalan. Mereka baru pergi setelah ada mobil patroli.
Gara-gara mengantuk akhirnya pasangan hanya kuat berjalan hingga rest area di Km 166. Untunglah masih ada jatah parkir di sana. Ia langsung tertidur. Aku jadi ikut-ikutan mengantuk. Rupanya pulas juga kami tertidur, saat lihat jam kami kaget karena jam sudah menunjukkan pukul 13:30 WIB. Waduh sudah siang nih.
Beberapa kecelakaan terjadi di dekat rest area
Selama perjalanan beberapa kali kondisi jalan menjadi begitu macet karena terjadi kecelakaan. Rata-rata kecelakaan terjadi di dekat rest area. Bisa jadi mereka buru-buru hendak keluar atau masuk tempat istirahat tersebut sehingga kurang berhati-hati.
Selepas Tol Cipali kami bernafas lega. Biasanya tantangan mudik ada di Tol Cikampek dan Cipali, setelah itu biasanya lebih longgar. Memang iya sih, memasuki Tol Palimanan-Kanci, arus tak sepadat di Cipali, kecuali di area dekat TKP kecelakaan. Tol berdebu kemudian menyambut ketika kami tiba di Tol Kanci-Pejagan. Biasanya setelah tol ini kami keluar menuju Brebes dilanjut ke Tegal, Pemalang, Kendal, Batang, dan Semarang. Tahun ini kami terus berada di jalur tol.
Ada rasa penasaran mencicipi tol fungsional hingga Surakarta
Setelah Tol Kanci Pejagan, maka kami pun mencicipi tol fungsional dari Pemalang hingga Batang. Kondisi tol fungsional ini beragam. Ada yang jalannya relatif mulus, ada juga yang masih bergelombang. Tepi kanan kirinya ada juga yang belum kokoh, padahal bagian kanan kirinya ada yang berupa jurang. Kami pun melaju dengan hati-hati.
Setelah keluar sebentar, kami kembali bergabung dengan Tol Batang-Semarang. Tolnya bagus, di bawah tol penuh cahaya lampu. Setelah itu kami bergabung ke Tol Bawen-Salatiga dan dilanjut tol fungsional Salatiga-Kertosono.
Menyusun energi dulu di Surakarta
Tiba di Surakarta jarum jam sudah menunjukkan hampir pukul 21.00 WIB. Kami kelelahan dan kelaparan sehingga akhirnya memutuskan bersantap di hotel.
Hotelnya klasik dan kental akan nuansa etnik. Aku memesan sup buntut sapi. Ah biarlah sekali-kali memanjakan diri.
Etape kedua terbantu dengan Tol Salatiga-Kertosono
Kami berangkat selepas Dhuhur. Pasangan dan keponakan nampak lelah sehingga aku pun memutuskan untuk berkendara santai dan berangkat siang. Kami pun kembali masuk ke Tol Salatiga-Kertosono. Jalanannya tidak padat oleh pemudik. Sudah ada beberapa rest area, namun ada perlintasan jalan sehingga ada petugas yang berjaga, menentukan pihak yang akan melaju.
Bingung di Nganjuk
Kami melongo ketika oleh petugas kami diminta keluar Tol Wilangan dan lewat jalan biasa. Padahal di aplikasi kami diminta jalan terus lewat Salatiga - Kertosono. Tapi semua kendaraan diarahkan ke sini, mungkin sedang ada sesuatu atau memang jalannya belum selesai dibangun.
Pilih Pare atau Surabaya?
Ketika tiba di Kertosono jarum jam sudah menunjukkan hampir pukul 16.00. Kami ragu antara memilih lewat Mojokerto dengan mencicipi tol Kertosono-Mojokerto ataukah melalui jalur berkelok-kelok Pare-Pujon-Batu-Malang. Akhirnya kami memilih Mojokerto karena kami penasaran dengan tol fungsional. Sebelumnya kami pernah mencoba jalur berkelok Pujon. Lumayan seram dan bus-bus suka menyalip meskipun jalurnya sempit.Â
Kami kemudian mencobai rest area di tol fungsional ini. Di sini ada minimarket, penjual cepat saji, kafetaria mungil, juga ada toilet dan mushola. Fasilitasnya cukup komplet sih.
Setelah Seribu Kilometer
Dari Pandaan, si putih menyusuri Purwosari-Lawang-Singosari baru memasuki kota Malang. Kulirik pasangan, ia nampak lelah. Sementara keponakanku masih segar bugar karena ia sering tidur selonjor di bangku tengah.Â
Akhirnya kami tiba juga setelah menempuh sekitar 1000 Km dan menghabiskan dua hari di perjalanan. Sebuah catatan perjalanan mudik yang melelahkan sekaligus menyenangkan.