Mohon tunggu...
Dewiyatini
Dewiyatini Mohon Tunggu... Ibu Rumah Tangga

Penulis Lepas, Kontributor, Fotografer Amatir, Videographer Kulakan, Tukang Dongeng, Separuh IRT, Separuh Pekerja Lepas, Kurir Makan Siang, Camilan Hunter, Fans Bakso-Thing, Eksperimental Chef, Bodyguard Suami.

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Membayangkan Anak Gen Z di Usia 17 Tahun Izin Ikut Demo, Reaksi Kita Ortu Milenial Gimana?

21 September 2025   09:18 Diperbarui: 21 September 2025   09:18 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Pribadi Dewiyatini

"Mbu, Bah, besok aku mau demo, ya."

Aduh, baru bayangan anak kami---yang sekarang masih 13 tahun---mengucapkan kalimat itu ketika usianya nanti 17 tahun, sudah bikin kepala rasanya pening. Sebagai pasangan suami-istri Milenial, kami sering membayangkan, bagaimana kalau anak benar-benar minta izin turun ke jalan?

Pasti rasanya campur aduk. Ada bangga, karena berarti anak punya kepedulian sosial dan keberanian bersuara. Tapi di sisi lain, hati juga ciut membayangkan kerumunan, aparat, bahkan potensi ricuh. Orang tua Milenial seperti kami selalu berada di persimpangan: ingin protektif, tapi juga merasa perlu demokratis.

Mengapa Anak Gen Z Ingin Turun ke Jalan?

Kami bisa paham kenapa anak-anak Gen Z---atau generasi Alpha yang sedang tumbuh sekarang---kelak begitu semangat bersuara. Mereka lahir dan besar dalam banjir informasi. Tiap hari melihat isu lingkungan, pendidikan, sampai ketidakadilan sosial lewat timeline media sosial.

Bagi mereka, diam bukan pilihan. Mereka punya rasa keadilan yang menggelegak, dan demo adalah salah satu cara menyalurkannya. Beda dengan zaman kami remaja dulu, informasi terbatas, ikut demo rasanya sesuatu yang jauh dan menakutkan. Sekarang, anak 17 tahun pun bisa merasa yakin bahwa suaranya penting dan perlu didengar.

Sikap Orang Tua Milenial: Protektif tapi Demokratis

Sebagai pasangan Milenial, kami tahu hidup di masa transisi. Pernah merasakan main kelereng di tanah lapang, juga pernah begadang scroll medsos. Itu membuat kami lebih terbuka dibanding orang tua kami dulu yang cenderung otoriter. Tapi tetap saja, rasa ingin menjaga anak itu lengket di hati.

Kalau dengar anak mau demo, refleks pertama pasti ingin melarang. Tapi kami sadar, melarang keras justru bisa membuat anak menutup diri atau malah sembunyi-sembunyi. Jadi, jalan tengahnya adalah komunikasi. Kami harus siap mendengar dulu, meski kadang telinga ini gatal ingin langsung ceramah.

Contoh Dialog Positif Ortu vs Anak Gen Z

Kami sering membayangkan percakapan seperti ini nanti ketika anak benar-benar minta izin:

Ibu: "Kamu yakin mau demo? Isunya apa? Jangan sampai cuma ikut-ikutan viral di TikTok, lho."

Anak: "Aku sudah baca banyak, Bu. Ini tentang tuntutan kebebasan berekspresi. Kalau kita nggak peduli, siapa lagi?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun