Mohon tunggu...
Pakro Wangka
Pakro Wangka Mohon Tunggu... Orang gila

Aku ingin menulis tentang apa saja yang aku mau.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Manusia dalam Propaganda Eksistensi

10 Oktober 2025   00:40 Diperbarui: 10 Oktober 2025   00:40 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Manusia dalam propaganda eksentrisitas, pakro wangka

Dunia tidak lagi berbicara tentang kebenaran, melainkan tentang siapa yang paling meyakinkan ketika berpura-pura benar. Setiap pikiran kini harus dikemas agar bisa dijual, setiap emosi harus bisa direkam agar terasa nyata. Kita hidup di zaman ketika keberadaan diukur bukan dari kedalaman berpikir, tapi dari seberapa sering wajah kita muncul di layar orang lain.

Manusia modern adalah aktor di panggung eksistensi yang penuh propaganda. Kita berlari, mengejar makna, sambil menjual versi terbaik dari diri yang bahkan tak kita kenal. Kita menuliskan "aku bahagia" di status, tapi menutup layar sambil bertanya dalam hati: "Bahagia itu sebenarnya seperti apa?"

. Sistem yang Membentuk Manusia

Sejak kecil kita diajarkan bukan untuk mencari, tapi untuk menghafal. Kita tumbuh dalam ruang kelas yang berbau dogma, di mana pertanyaan dianggap pembangkangan dan keraguan disebut kelemahan. Padahal justru dari keraguanlah filsafat lahir dari keberanian untuk mengatakan "Aku tidak tahu."

Namun sistem menolak ketidaktahuan, sebab ketidaktahuan membuat manusia sulit dikendalikan. Maka dibentuklah kurikulum: tentang apa yang pantas dipercaya, siapa yang pantas dipatuhi, dan bagaimana cara hidup yang dianggap normal. Dunia ingin kita sama agar mudah dikontrol. Padahal perbedaan bukan ancaman, melainkan napas alami dari kesadaran.

. Eksistensi dan Ilusi Kebebasan

Kita berkata bahwa kita bebas, tapi kita masih takut tidak disukai. Kita bilang menjadi diri sendiri, tapi menyesuaikan diri dengan algoritma agar tetap "relevan." Foucault pernah menulis, kekuasaan tidak selalu menindas dari atas kadang ia bersembunyi dalam kebiasaan, dalam gaya hidup, dalam cara kita memandang diri sendiri.

Maka kini manusia hidup dalam bentuk paling halus dari perbudakan: bukan rantai besi, tapi validasi sosial. Bukan cambuk, tapi scroll tanpa henti yang membuat kita merasa hidup padahal sedang kehilangan arah.

Eksistensi menjadi angka. Cinta menjadi konten. Spiritualitas menjadi estetika. Dan kebahagiaan menjadi ilusi yang diburu semua orang tapi tak pernah benar-benar ditemukan.

. Antara Realitas dan Simulasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun