Mohon tunggu...
I Dewa Nyoman Sarjana
I Dewa Nyoman Sarjana Mohon Tunggu... Guru - profesi guru dan juga penulis.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

hobi membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hujan Bulan Desember

12 Juli 2023   09:41 Diperbarui: 12 Juli 2023   09:47 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bapak baik-baik saja."

Tangis Ibu Meisa meledak. Dia tak menyangka atas peristiwa ini. Dia mempersiapkan apa adanya dan bergegas kerumah sakit. Tangisnya tiada henti. Pertanyaan bagaimana suamiku? Terus menghantui

Sepanjang perjalanan Meida membayangkan suaminya pasti kesakitan. Hatinya remuk redam. Meisa melantunkan doa dalam hati. "Semoga suamiku bsik-baik saja." Tidak terasa dia sudah sampai di rumah sakit. Setelah melalui pemeriksaan dia diperkenankan melihat suaminya ke ruang UGD. Meisa diberikan pakaian oleh perawat agar tubuhnya lebih steril.

Lalu dia menenangkan diri diantar masuk ruangan oleh perawat. Dilihatnya suaminya sedang berbaring tidak sadarkan diri. Alat-alat kesehatan menyelimuti tubuhnya. Air matanya meleleh. Ia malu menjerit. Meisa shock memandangi suaminya.

"Sabar ya bu. Sebentar lagi Bapak siuman. Ibu tidak boleh lama-lama di ruangan ini. Ruangan yang sangat streril."

Ibu Meisa mengangguK memandangi suaminya. Dia menyekat air matanya yang terus mengalir. Perawat kemudian menuntunnya keluar ruangan. Di luar ruangan, Meida satu-satunya adik perempuan yang belum menikah sudah menunggu. Mereka saling berpelukan. "Sabar ya Kak. Serahkan kepada Hyang Kuasa." Meida mencoba menenangkan kakaknya, sambil menyodorkan segelas air kepada kakaknya.


"Ida, kau jaga anakku ya. Biar dia tenang sekolah. Bilang sama mereka, ayah baik-baik saja. Kakak harus menunggu disini." Meisa berpesan kepada adiknya. Matanya masih kelihatan lembab karena dia tiada henti menangis.

"Iya kakak. Aku pulang sekarang. Biar mereka tidak gelisah." Meida berpamitan dengan kakaknya.

Hari terus berlalu. Keadaan Kinto suaminya kian membaik. Ia sudah siuman dan mulai bisa makan bubur. Hati Meisa sangat sedih melihat suaminya yang dulu kekar, sekarang kelihatan pucat dan kurus. Beberapa kali Meisa melihat suaminya tidak sadarkan diri.

"Tim dokter yang merawat Kinto mungkin merahasiakan sesuatu kepadaku." Pikir Meisa. Ia curiga ada penyakit lain yang menimpa suaminya. Hingga di hari ke 15 belas, Meisa dipanggil oleh dokter.

"Ibu, kami harus mengatakan yang sejujurnya. Setelah melakukan pemeriksaan yang maksimal, ternyata ada ditemukan tumor di kepala suami ibuk. Itulah yang menyebabkan suami ibuk sering tidak sadarkan diri. Kami harus segera melakukan operasi."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun