Kurikulum adalah jantung dari pendidikan. Desainnya harus secara langsung mencerminkan tujuan ontologis dan epistemologis yang diyakini.
Kurikulum Esensialis akan menekankan mata pelajaran inti yang dianggap abadi (Matematika, Bahasa, Sains Dasar).
Kurikulum Rekonstruksionis Sosial akan menekankan mata pelajaran yang relevan dengan masalah sosial kontemporer (lingkungan, HAM, resolusi konflik).
Di dunia nyata, Kurikulum dihadapkan pada tantangan Aktualitas Biokratis dan Ekonomis. Seringkali, kurikulum menjadi terlalu padat dan kaku karena desakan politis atau tuntutan pasar kerja jangka pendek, yang mendikte mata pelajaran mana yang "penting" (yang menghasilkan uang). Filsafat praktis menuntut agar kurikulum didesain sebagai dokumen yang hidup, yang mampu beradaptasi dengan kebutuhan aktual masyarakat tanpa mengorbankan nilai-nilai inti kemanusiaan (Idealitas).
Manifestasi Praktis dalam Kebijakan
Kebijakan pendidikan (misalnya: standar kelulusan, sistem akreditasi, dana BOS) adalah manifestasi Aksiologi di tingkat sistem. Kebijakan yang adil, inklusif, dan mengutamakan kesejahteraan mental siswa mencerminkan aksiologi humanis. Sebaliknya, kebijakan yang hanya berfokus pada angka dan peringkat mencerminkan filsafat pragmatisme dangkal yang mereduksi nilai pendidikan hanya menjadi kuantitas. Filsafat praktis menuntut pembuat kebijakan untuk selalu bertanya: "Apakah kebijakan ini benar-benar melayani hakikat manusia yang kita didik, atau hanya melayani birokrasi dan pasar?"
3. Analisis Perbandingan dan Relevansi: Mempersatukan Idealitas dan Aktualitas (Sintesis Konstruktif)
Jantung dari masalah pendidikan modern adalah terpisahnya Idealitas dan Aktualitas. Sekolah sering terjebak dalam salah satu ekstrem:
Terjebak dalam Idealitas Murni: Pendidikan menjadi utopis, terlalu abstrak, dan tidak mampu beradaptasi dengan perubahan sosial. (Contoh: Menekankan nilai moral yang sangat tinggi tanpa memberikan sarana praktis bagi siswa untuk mengaplikasikannya di dunia nyata).
Terjebak dalam Aktualitas Murni: Pendidikan menjadi pragmatis ekstrem, fokus hanya pada keterampilan yang menghasilkan uang, mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan dan berpikir kritis. (Contoh: Menghapus mata pelajaran seni dan filosofi karena dianggap tidak 'menjual').
Pendidikan yang efektif dan bermakna memerlukan Sintesis Konstruktif. Ini adalah upaya menyatukan Idealitas yang berprinsip dengan Aktualitas yang adaptif.