Mohon tunggu...
Devi Meicylia
Devi Meicylia Mohon Tunggu... Guru - Peduli, seperti itulah kita bersikap

Jadilah manusia yang peduli, agar kau akan menemukan kesuksesan meskipun ditempat yang tak kau kenali (Devi Meicylia)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Wanita Penuh Pilu (Part 2)

2 Juli 2020   05:34 Diperbarui: 2 Juli 2020   05:28 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Kata mereka, berkobanlah jika dirimu begitu mencintai. Namun bagiku, kalimat itu tidak sepenuhnya benar. Lalu?
Jika mencintai, maka berfikirlah tentang kehidupanmu bukan tentang kehidupan seseorang yang kau cintai. Maksudku adalah fikirkan dirimu terlebih dahulu jika dirimu memiliki cinta, karena sebagian dari mereka yang kau cintai tidak akan peduli tentang dirimu. Benar, mereka punya cinta. Namun tidak semuanya ingin berkorban. Mereka hanya ingin melihat dirimu terlihat lebih dulu, agar mereka percaya ada seseorang disana. Jika seperti itu, maka hanya dirimu yang berkorban, bukan mereka. Itulah mengapa hanya dirimu yang mencintai, sedangkan mereka tidak"

"Benar, dia laki-laki yang aku cintai." Ungkap wanita itu.
"Kisah cintaku dimulai 3 tahun yang lalu. Aku begitu bahagia kala itu. Lagi dan lagi. Begitulah seterusnya". katanya lagi.
Lalu aku menatapnya dengan begitu lama, aku mulai berfikir apakah impiannya terlupakan dengan 3 tahun kisah cintanya?
Aku mulai membagi fikiranku dalam banyak kisah yang kudapati dari teman-temanku bahkan diriku sendiri.
Akupun mulai menyadari, apa mungkin dia ingin mengakhiri segalanya?
Lalu aku mulai menjelaskan kepadanya tentang sesuatu, akupun tidak tahu, apakah penjelasanku adalah bagian dari masalahnya atau jawaban dari masalahnya, karena akupun tidak tahu apa sebenarnya yang dia hadapi. Entah dia harus memilih antara pendidikannya atau hubungan cintanya.
Ahhh akupun tak harus tahu, tapi itulah aku selalu ingin tahu.
"Dunia ini terlalu luas untuk orang-orang yang mau mengubah hidupnya untuk jadi lebih baik, namun terlalu sempit untuk orang-orang yang selalu mengeluh. Kau tau apa?" Akupun bertanya padanya, namun dia hanya menatap kearahku seolah ingin mendengar kalimatku selanjutnya.
"hidupmu adalah milikmu, sedangkan hidup kekasihmu adalah miliknya. Begitupun impianmu. Kau hanya akan bisa memastikan milikmu akan tetap menjadi milikmu jika kau sendiri melihat akhirnya." Kataku.
Mendengar jawabanku, tiba-tiba wajah sendunya mulai terlihat. Aku mulai melihat kekhawatiran diraut wajahnya. Wanita itu mulai termenung, sesaat kemudian dia mulai bercerita tentang kisahnya.
"Aku ingin menikah, itulah impianku. Aku juga ingin melanjutkan pendidikanku disini, sambil menunjuk kertas yang menjadi awal dari pembicaraan kami."
"Benar, impianku tentang melanjutkan pendidikan ini lebih lama bahkan sebelum aku bertemu dengannya, kekasihku. Tapi aku lebih memilih impian pernikahan setelah aku bertemu dengannya. Bukankah itu aneh?" Katanya lagi padaku.
"Itulah mengapa cinta memang buta" Kataku memotong pembicaraannya. Aku mulai mengerti kisah wanita ini meskipun tidak sepenuhnya benar, iya sepertinya dia ingin menikah namun sang kekasih belum memutuskan.
Lalu kulanjutkan penjelasanku, "Kau tahu, terkadang cinta memang harus memikirkan tentang kebahagiaan seseorang yang kita cintai, tidak peduli seberapa sakitnya kita. Kita akan bahagia melihat seseorang yang kita cintai bahagia. Cinta tentang pengorbanan. Jika tidak berkorban, itu bukan cinta. Cinta juga tentang memberi, tanpa berharap menerima kembali. Tapi aku tidak percaya semua itu". Kataku padanya.

Kali ini dia menatap diriku dengan begitu lama, seakan banyak pertanyaan yang ingin dia ungkapkan padaku.
Yahh terlihat jelas diraut wajahnya.
"Kenapa?" tanya wanita itu
Akupun tersenyum dan mulai melanjutkan kataku, "Bukankah dia mencintaimu? Kekasihmu. Jika dia punya cinta, harusnya dia memikirkan bagaimana perasaanmu, harusnya dia berkorban demi kebahagiaanmu, dan harusnya dia memberi semua impianmu, maksudku pernikahan yang kau inginkan".
Setelah mendengar jawabanku, aku melihat ada tetes air mata yang mulai jatuh perlahan dari sudut matanya.
"Benar, aku benar. Pernikahan ini adalah impian yang telah mengorbankan impian lainnya, namun tidak berujung baik". Kataku dalam hati.
"Dia belum ingin menikah, tapi dia juga tidak ingin aku melanjutkan pendidikanku ditempat ini. Dia hanya ingin aku menunggu, diam dan tidak kemana-mana sampai dia siap untuk kembali melamarku". Jawab wanita itu dengan tetesan air matanya.
"Rupanya aku memang benar". Ucapku dalam hati.
Aku kembali tersenyum dan melanjutkan kalimat-kalimatku yang sangat menyahat hati, "Tidak, dia tidak berhak memutuskan akhir dari hidupmu, dia bukan suamimu. Menunggu katamu? Berapa lama? Sebulan? Atau setahun, atau sampai bertahun-tahun?"

Wanita itu mulai menyeka air matanya yang jatuh, dia mulai menatap langit sore yang diselimuti awan tebal kala itu.
Dia mulai tenang, sambil memikirkan kata-kataku.
Mungkin dibalik wajahnya yang memerah tersimpan tangis yang ingin meledak. Kami berduapun terdiam beberapa saat tanpa berbicara sepatah kata. Hanya suara burung berkicau terdengar merdu
"Aku pernah sepertimu". Kataku memulai pembicaraan yang suasananya mulai tenang
"Aku pernah begitu mencintai, aku pernah begitu ingin memiliki, tapi aku juga punya impian lain setinggi langit itu. Jawabku sambil menunjuk langit sore itu.
Wanita itu akhirnya mulai tenang menatapku, "Lalu?" tanyanya kemudian
"Aku membangun impianku jauh sebelum aku mengenalnya, lalu impian itu berubah seiring berjalannya usia hubungan kami. Aku perlahan mulai melupakan impian-impian itu, hanya dengan kata cinta aku mulai melupakan waktu yang aku habiskan untuk belajar dan usaha yang aku lakukan untuk pendidikanku, hanya demi sebuah cinta yang bahkan aku sendiri tak akan bisa memastikan bagaimana akhirnya". Jawabku.
Wanita itu mulai menunjukkan wajah penasarannya, kali ini berbeda. Dia sepertinya ingin mengetahui akhir dari kisah yang aku ceritakan.

Gorontalo, 02 Juli 2020
Devi Meicylia UKarim

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun