Mohon tunggu...
carolina destika
carolina destika Mohon Tunggu... Lainnya - menulis sepanjang hari

komitmen untuk senantiasa memperbaiki diri

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerbung: Cinta Mutiara_8

3 Desember 2020   13:19 Diperbarui: 3 Desember 2020   16:03 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hidup adalah pilihan. Dalam setiap langkah selalu ada pilihan yang harus dilakukan. Bahkan tidak melangkah adalah pilihan itu sendiri.

Menyandang gelar janda, ayu dan cukup harta bagai berjalan di atas bara api. Seperti kisah seekor keledai, dan anak bapaknya. Kalau menuruti apa kata orang, tak ada satu pun yang bisa memuaskan.

Pagi itu dalam perjalanan tafakur alam bersama Permata, hati Mutiara bicara dengan dirinya sendiri riuhh rendah dalam diam yang dalam.

Akhir-akhir ini badai perasaan melanda sampai ke ulu hati. Bagai hujan peluru bertubi-tubi, orang-orang yang dikenalnya baik berusaha mendekati satu persatu.

Ustadz Alif, pembimbing tahfidz Zamrud.

Melalui Permata pernah menanyakan kesiapan menikah lagi kepada Mutiara. Ustadz Alif yang seorang hafidz, berputra tiga mencari seorang istri yang tidak hanya menerima suami seorang.

Tapi mau menerima seluruh keluarga besar terutama mau merawat anak-anak suaminya dengan tanpa membedakan hubungan darah.

Bukan ibu tiri yang kejam, cinta suami tapi tidak sayang anaknya.

Ustadz Alif menginginkan seorang wanita yang bisa menggantikan posisi almarhumah istrinya menjadi partner dalam menyiapkan generasi masa depan. Hidup mati sesurga.

Ustadz Alif sangat bisa membimbingnya lebih dekat berinteraksi dengan al Quran. Sepertinya mimpi menjalani sisa usia dengan menghafal al Quran bagai menemukan titik terang.

Namun Mutiara belum menemukan kemantapan hati. Perlu pertimbangan yang lebih dalam lagi. Sanggupkah meluruskan niat ? Memilihnya  bukan karena  alim dan rupawan.

Ada juga Edo.

Umurnya 5 tahun lebih muda. Pemuda mapan, perhatian dan bertanggung jawab. Karena mengentaskan adik-adiknya menjadi prioritas utama, menyebabkan menunda untuk menikah.

Pertimbangannya mencari istri sudah bukan hanya memenuhi hawa nafsu belaka. Namun mencari yang ada chemistry jiwa. Sehingga diharapkan seiring sejalan berjalan beriringan bergandengan tangan menuju tujuan yang ditetapkan.

Edo menemukan kriteria istri idaman pada Mutiara. Sebenarnya sudah enam bulan yang lalu menyampaikan maksudnya namun Mutiara menolaknya dengan halus. Entahlah....dia belum bisa mendamaikan hatinya.

Sementara itu, Mutiara sudah mulai mengurangi interaksinya dengan ibu-ibu komplek sekitar rumahnya. Beberapa kasak kusuk sempet terdengar memerahkah daun telinga. Ada yang khawatir suaminya mendua.

Meski usia sudah diangka empatpuluhan, namun masih terlihat muda.  Ada aura tersendiri yang membuat siapa saja senang bila memandang. Tanpa pendamping, mulai memancing fitnah dan menghambat gerak langkah.

Menyadari hal itu, Mutiara mungkin harus membuka sedikit jendela hatinya. Berusaha menghapus luka menganga dan mengubur dalam-dalam kenangan lama.

Sanggupkah ia melangkah menuju mahligai yang baru ? Ataukah ia kuat menahan duka yang lebih perih ? Melawan stigma negatif seorang janda ?

Kepala berdenyut-denyut. Gairah hidup yang sempat meresapi qalbu subuh tadi mendadak pergi. Tubuh lunglai bagai dilepasi tulang belulang yang menyangga raga selama ini.

Perlahan menyandarkan kepala, air mata mulai menetes, menyadari betapa ujian hidup itu berat. Perlu menguatkan hati untuk bertahan. Membutuhkan kejernihan hati untuk memutuskan kemana harus melangkah.

Memilih sebuah pilihan terbaik, mana yang membuat Alloh ridho ? Mana pilihan yang putih dan membahagiakan ?

"Ya Alloh berikan petunjukMu.".... bisik bathinnya.

Di sebelahnya, Permata menyetir mobil dengan penuh rasa. Seperti mengantarkan Putri raja melihat pemandangan untuk menghibur hatinya.

Permata sangat memahami gejolak hati yang melanda sahabatnya. Mutiara sudah menceritakan semua. Sepanjang perjalanan itu Permata pun hening, bagai merasakan beban sama seperti yang dirasa Mutiara.

Mungkin, kalau saja Berlian tidak mendahuluinya. Ia pun akan mengajak Mutiara menjadi madunya. Saking sayangnya. Seperti tak ada batas, ikatan hati mereka telah menyatu.

Permata mulai mengumpulkan kata-kata. Jangan sampai keliru menyampaikan maksud. Ia sangat mengerti, mengapa Berlian sampai melakukan hal yang banyak wanita menghindarinya. Permata menyambungkan energi gelombang otak antara dirinya, Berlian dan Permata.

Kalimat thoyibah terus menghiasai bibirnya. Dilafadzkan lirih dengan segenap harap kepada Alloh memudahkan segala urusan pada hari ini.

Tiba-tiba sebuah telepon masuk. Nomor yang asing. Belum tercatat di handphone Mutiara. Namun hanya dua kali nada panggil, setelahnya mati. Mutiara bukan orang yang antipati dengan nomor asing.

Meski belum dikenal, ia akan tetap menerima panggilan itu. Bila memang  bermaksud mengganggu ia akan menolak dengan halus. Melukai hati orang lain adalah hal yang sangat dihindarinya.

Segera ia memeriksa pesan whatsapp, barangkali telepon dari ustadz atau ustadzahnya anak-anak. Benar saja ada pesan masuk dari nomor tidak dikenal barusan.

Isi pesan membuat hatinya tersirap. Satu-satunya orang yang memanggilnya Imut adalah …..

Sebuah nama yang akhir-akhir ini menghantuinya. Tiba-tiba menyapanya pagi ini secara tiba-tiba.

Sejak perceraian itu, lama sekali ia tak bertemu. Mutiara sama sekali tak ingin mengetahui berita apapun tentang Zamrud. Sayangnya dia memberi nama anak laki-lakinya dengan nama Zamrud Khatulistiwa. Jadi seumur hidup Mutiara tak akan dapat melupakan nama Zamrud.

Gaya bahasanya masih seperti dulu. Meski hanya menanyakan kabar, hati Mutiara bergetar. Getaran aneh memaksa menjalari segenap aliran darahnya.

Wahai Mutiara, dari sudut hatimu yang terdalam sesungguhnya dirimu masih cinta dia.

Akan kemana cinta berlabuh ?

Mutiara melemparkan pandangan mata yang mulai berkaca-kaca pada langit biru. Menyembuyikannya dengan berpaling pada hamparan sawah yang hijau di kiri  jalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun