Mohon tunggu...
Destia Mustikasari
Destia Mustikasari Mohon Tunggu... Mahasiswa - It's me

...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bahagia Itu Sederhana

18 Juli 2022   21:00 Diperbarui: 18 Juli 2022   21:04 2917
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

BAHAGIA ITU SEDERHANA

Suatu hari, ada pemudi yang sedang diselimuti banyak beban pikiran. Pemudi itu pun berjalan-jalan di taman kota untuk menenangkan pikirannya. Dia melihat anak kecil yang bermain gelembung sabun dengan sangat ceria. Pemudi itu berpikir pasti bahagia jika ia kembali kemasa kecil, tidak punya beban dan hanya bermain bersama teman-teman. 

Sampai di sana pemudi itu juga melihat remaja yang tengah memapah neneknya. Remaja itu terlihat sangat sabar melakukannya. Membuat pemudi itu pun tersadar dengan kata 'sabar'. Pemudi itu akhirnya duduk di kursi taman dan melihat dua anak yang sedang duduk bersama ayah dan ibunya. Mereka mengobrol dan tertawa bahagia bersama. Setelah lama duduk di sana, pemudi itu pun pulang dan memasuki kamarnya.


Ia berbaring melihat langit-langit kamar dan banyak berpikir. Ia mulai menangis, mengapa dia merasa terbebani dengan segala hal. Tidak senang dengan hidupnya, tidak merasa puas dengan apa yang dimiliki, merasa tidak bahagia. Hanya dipenuhi banyak tekanan dan beban pikiran yang sulit diutarakan kedalam bentuk kata-kata.


Tiba-tiba pintu kamarnya terbuka menandakan seseorang akan masuk, adiknya menghampiri,


"Kak, kenapa menangis?" tanya sang adik,
Pemudi itu hanya menggeleng dan berusaha tersenyum sambil mengusap air mata yang membasahi wajahnya.


"Ibu mengajak kita ke rumah paman besok. Kakak ikut, kan?" tanya sang adik kembali
Pemudi itu mengangguk sebagai jawaban.


Besoknya, satu keluarga yang terdiri dari si pemudi, ayah, ibu dan kedua adiknya berkunjung ke rumah sang paman. Di sana mereka banyak berbicang, berbagi cerita, dan tertawa bersama. Pemudi itu tidak tertawa melainkan tersenyum sebagai tanggapan. Bagaimana dia bisa tertawa sementara hidupnya seakan terasa hampa, hambar, layaknya tidak ada kehidupan.


Di suatu pagi di rumah pamannya, pemudi itu bangun dengan tekad bahwa dia harus semangat menjalani harinya. Ia berusaha selalu tersenyum. Pada suatu saat ia membuka halaman google dan meresearch kata 'bahagia'. Di sana ia membaca halaman artikel tentang itu.


'Bahagia itu sederhana, kurangi keinginan, penuhi kebutuhan dan perbanyaklah bersyukur.' kalimat yang ia baca ia coba resapi. Ia pun tersadar bahwa selama ini ia begitu mempersulit kebahagiaannya sendiri, ia seakan mencari kebahagiaan padahal tidak pernah ia dapatkan. Ia terlalu menginginkan banyak hal, selalu ingin sempurna yang ternyata membebani pikiran dan meningkatkan stress-nya. Ia selama ini mencoba memenuhi semua keinginannya tanpa tahu apakah semua itu yang ia butuhkan. Keinginan dan kebutuhan ternyata berbeda. Ia tidak pernah merasa puas hingga lupa bersyukur. Ia mulai menangis kembali.


'Bahagia itu sederhana, saat kita melihat senyuman orang tua.' Kalimat lain yang dibaca. Pemudi itu kembali menangis, kali ini cukup kencang tapi berusaha ia tahan. Ia sadar bahwa ia selalu ingin melihat orangtuanya tersenyum bahagia. Ia menjadikan senyuman mereka sebagai sumber kekuatan dan kebahagiaannya. Ia bersyukur masih diberikan kesempatan untuk berkumpul bersama orang-orang yang ia cintai. Ternyata selama ini standar kebahagiaannya terlalu tinggi, sehingga sulit merasa bahagia. Padahal ia pun bisa bahagia dengan hal-hal kecil di sekitarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun