" Dasar anak durhaka. Ibu sendiri juga mau kamu bohongi ?!!! Aku sudah tahu kelakuan kalian. Setiap hari kalian bertemu disini. Aku sudah melarangmu bertemu anak bedebah ini, bahkan memaksamu bersumpah di depan arwah leluhur, kenapa kamu melawan perintah ibumu !!!" Huina mendekati Awai selangkah demi selangkah. Awai mundur selangkah demi selangkah.
Tiong It melihat Awai didesak ibunya begitu rupa, ia segera berlari ke depan Awai, menghadang di depan Awai.
" Bibi, harap maafkan Awai. Dia kesini untuk membuang sisa makanan. Aku yang memintanya duduk bersamaku. Kalau ingin memukul, pukullah aku." ucap Tiong dengan berani.
" Minggir ! Aku tak ada urusan denganmu. Tapi aku harus menghukum anakku yang pembangkang !" seru Huina sambil bertolak pinggul dengan wajah membara.
Tiong It tak bergerak dari depan Awai. Dengan kedua tangan dibuka ia berusaha menahan kemarahan Huina. Huina semakin terbakar melihat Tiong It membela Awai. Ia menarik tangan Tiong It, lalu mendorong Tiong It hingga terjengkang ke belakang, menabrak Awai. Awai terjatuh bersama Tiong It, keduanya seakan berhimpitan. Darah Huina semakin mendidih melihat anaknya seakan sedang berbaring ditindih Tiong It. Tiong It segera berguling ke samping supaya Awai tidak kesakitan. Ia berusaha bangun, namun kalah cepat dari gerakan tangan Huina yang menampar pipi Awai yang belum bisa berdiri. Dengan telak pipi awai kena tampar belasan kali hingga merah kecoklatan.
" Dasar pembangkang ! Kamu berdosa pada arwah nenek moyangmu. Kucuci dosamu dengan air laut !" Huina sangking geram menyeret anaknya ke pinggir dermaga, lalu dengan sekuat tenaga ia mendorong Awai ke laut