Mohon tunggu...
Deri Prabudianto
Deri Prabudianto Mohon Tunggu... karyawan swasta -

no

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

"Beauty and The Beast" [27]

7 Februari 2019   05:54 Diperbarui: 7 Februari 2019   06:12 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Episode 27

Mendengar omongan Widia, Aldi agak tersentak. Ia menatap Widia, merasa aneh, bahkan lupa siapa yang dihadapinya.

Widya membuka laci, mengambil sesuatu, menyodorkan sebuah tangkal yang sama bentuknya, mirip persis dengan tangkal yang hilang. Walau sedang bingung, Aldi sempat bertanya dalam hati, ini tangkal baru atau miliknya yang semalam hilang ? 

Tak ada perbedaan sedikit pun dengan tangkal yang pernah dimilikinya. Ia hapal setiap lekuk tangkalnya. Setiap hari ia mengamati tangkal itu, bertanya, kenapa hantu takut dengan tangkal? Dibuat dari apa sehingga hantu takut?

" Ini bukan soal tangkal. Ini menyangkut keselamatanku. Aku pernah baca, seseorang yang diajak ke masa lalu jika tidak bisa kembali, akan terkatung-katung di zona tanpa peradaban. Ini terlalu mengerikan." Sebuah naskah pernah diterbitkan dengan judul Lost in Twilight, ia yang mengedit naskah itu agar enak dibaca, penulisnya ia sudah lupa namanya. Setiap tahun ia mengedit sekitar  50-an naskah, tak semua buku yang terbit bisa diingat judulnya.

" Itu terlalu fantastis, semalam itu bisa saja kamu keluar, ingin membeli bakpao, ketiduran di lapak Della. Itu hanya mimpi buruk. Jangan berprasangka,  ini... terimalah ini, anggapnya pengobat rasa takutmu." Della menyodorkan 10 lembar uang 100 ribu ke hadapan Aldi.

Aldi menimang tangkal yang dipegangnya, menatap uang yang disodorkan Della. Apa setiap mengalami gangguan ia akan mendapat pengganti rasa takut? Apa ia harus terima? Bayangan Destini yang bermulut dower itu muncul di benaknya, menudingkan jari, bertanya: Mana uang masuk PT untuk Krisan ?

Jika ia menolak tawaran Widya, tahun depan ia kehilangan harga diri sebagai seorang kakak, dan mulut dower Destini akan ngerocos tanpa berhenti menertawakan ketidakmampuannya.
" Aku berjanji akan memberimu 1 juta setiap kamu mengalami gangguan. Ini, kupenuhi janjiku, kuharap kamu bertahan. Ayolah Al, demi adikmu." Desak Widya.

Aldi merasa sebuah tangan halus memegang tangannya. Seakan-akan ingin memberinya kekuatan untuk bertahan. Kata demi adikmu membuatnya tertegun semakin mendalam. Ditatapnya Widia, wajah Widia begitu mengharap. Aldi berdesah, menarik tangannya pelan-pelan berikut tangkal untuk dimasukkan ke saku celana. Widia mengambil 10 lembar uang itu untuk ditaruh ke tangan Aldi.

Keduanya saling bertatapan. Lemas hati Aldi. Kebutuhan Krisan harus diutamakan. Tangkalnya sudah kembali. Mau apa lagi selain berterimakasih atas pemberian Widya. Ia pamit untuk kembali bekerja.
Tiba di kantor ia mendapat sindiran keras dari Jean. Aldi diam saja diomeli setengah jam. Hampir 3 tahun bekerja ia sudah hapal tabiat Jean. Terlambat bukan hal yang terlarang, bukankah Sunadi membuat aturan, boleh terlambat, asal sorenya lebih lambat pulang sesuai waktu keterlambatannya.  
Jean baru berhenti mengomel ketika melihat jidat Aldi benjol dan matang biru, bahkan memegangnya.

" Jidatmu kenapa ? Dicium  kunti ?"
Aldi mengaduh, sekaligus menarik tubuhnya agak ke belakang. Ia mengatakan ia diserang kucing, tanpa mengatakan di jaketnya ada 2 ekor ikan asin yang entah darimana datangnya.
" Cakar kucing berupa goresan, kenapa ini bengkak matang biru?" tanya Jean bingung.
" Ini serangan kucing-betina-kelaparan-yang haus-belaian jantan, makanya tidak ada goresan." Oceh Aldi sembarangan.

" Sialan, lu nyindir gua ! Aku bersimpati padamu barulah bersedia memegang lukamu. Kalau engga, jijik aku !" umpat Jean.
Langit dan bumi, itu yang dirasakan Aldi jika membandingkan Widia dengan Jean. Terpaksa ia menceritakan apa yang dialaminya, tentu saja dikurangi isinya agar  tak dinilai tolol oleh Jean. Ia juga tidak menceritakan keterlambatannya karena berkunjung ke kantor Agen Properti Jaya.
Jean tercenung mendengar cerita Aldi. Kepalanya diangguk-anggukkan, seakan mengatakan ia sedang meresapi cerita Aldi. " Kertas itu masih ada?" tanya Jean.
" Kertas apa ?" tanya Aldi. Kepalanya mumet gara-gara apa yang dialaminya.
" Kertas yang tertempel di pintu belakang,"

Aldi seakan-akan tersedak. Tapi pagi ia pulang tergesa-gesa, tidak menemukan tangkal membuatnya panik, lupa mengecek pintu belakang ia langsung ke Agen Properti Jaya. " Entahlah, aku lupa memeriksa." Ucapnya loyo.

" Sore nanti aku ikut kamu pulang untuk membuktikan omonganmu. " Jean mengangkat bokongnya dan pergi. Kali ini kepala Aldi terlalu pusing, tidak peduli bokong itu bergoyang atau tak bergerak saat dibawa berjalan oleh pemiliknya.

Saat semobil dengan Jean, Aldi terpikir omongan Widya tadi pagi. Seingatnya, persoalan keuangan yang ia hadapi hanya diceritakan pada Jean, kenapa Widia tahu ia harus menyiapkan uang biaya masuk PT Krisan? Apa Della yang bercerita kepada Widya ? Apakah persahabatan mereka begitu erat sehingga yang satu penjual bakpao yang satu penjual rumah bisa saling curhat ?

  Semakin dipikir ia merasa semakin aneh. Ia tak punya hubungan dengan  Widya, sahabat bukan, pacar apalagi, terlebih hubungan keluarga, kenapa Widya begitu berharap ia bertahan di rumah itu? Kenapa disediakan uang  sejuta untuk diberikan pada orang yang ketakutan agar bertahan tinggal di rumah itu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun