I. Identitas Buku
- Judul Asli: Expressing Islam: Religious Life and Politics in Indonesia
- Editor: Greg Fealy & Sally White
- Penerbit: Institute of Southeast Asian Studies (ISEAS), Singapore
- Tahun Terbit: 2008
- Tebal Buku: ± 340 halaman
- Bahasa: Inggris
- Kontributor: Robert W. Hefner, Martin van Bruinessen, Noorhaidi Hasan, Julia Day Howell, Nancy Smith-Hefner, Greg Barton, Azyumardi Azra, James J. Fox.
II. Tujuan dan Latar Belakang Penulisan Buku
Buku ini ditulis untuk menjelaskan bagaimana Islam di Indonesia diekspresikan dalam berbagai bentuk kehidupan masyarakat kontemporer bukan hanya melalui ibadah dan ajaran keagamaan, tetapi juga lewat politik, ekonomi, budaya, seni, hingga gaya hidup sehari-hari.
Pasca jatuhnya rezim Soeharto (1998), Indonesia mengalami kebangkitan Islam publik (Public Islam) yaitu meningkatnya keterlibatan umat Islam dalam ruang publik, baik lewat media, lembaga keagamaan, partai politik, pendidikan, hingga industri ekonomi syariah.
Fealy dan White berpendapat bahwa:
“Islam di Indonesia kini tidak hanya dipraktikkan, tetapi juga ditampilkan.”
Artinya, Islam bukan hanya urusan spiritual, tapi menjadi identitas sosial, simbol modernitas, bahkan komoditas ekonomi dan politik.
III. Struktur dan Isi Buku
Buku ini dibagi menjadi empat bagian besar (12 bab). Setiap bagian ditulis oleh pakar berbeda, namun semuanya memiliki benang merah yang sama yaitu menggambarkan dinamika Islam Indonesia dalam kehidupan modern.
Bagian I Islam dan Politik
1. Greg Fealy – Consuming Islam: Commodified Religion and Aspirational Pietism
Fealy membahas fenomena “Islam konsumtif” di mana kesalehan (piety) berubah menjadi bagian dari budaya konsumsi dan gaya hidup.
Masyarakat kota membeli busana syar’i, kosmetik halal, wisata religi, sinetron Islami, dan berbagai produk dengan label “syariah” untuk menunjukkan identitas keislaman mereka.
Fenomena ini menandakan munculnya kelas menengah Muslim baru yang religius tetapi juga modern dan konsumtif.
Islam di sini bukan hanya nilai moral, tapi juga simbol status sosial dan gaya hidup sukses.
2. Martin van Bruinessen Traditionalist and Islamist Pesantren in Contemporary Indonesia
Van Bruinessen meneliti perubahan dunia pesantren. Ia menemukan dua arah besar:
- Pesantren tradisional (NU) yang masih berpegang pada fiqh klasik, kitab kuning, dan tarekat.
- Pesantren modern/Islamis yang terinspirasi oleh gerakan global seperti Ikhwanul Muslimin dan Salafi.
Pesantren kini tidak hanya lembaga pendidikan agama, tetapi juga arena persaingan ideologi antara Islam tradisional, modernis, dan radikal.
Meski begitu, pesantren masih menjadi benteng moral dan kultural Islam Nusantara.
3. Robert W. Hefner Islamic Politics and Democratic Deepening
Hefner berpendapat bahwa Islam dan demokrasi di Indonesia saling menguatkan.
Islam tidak menolak demokrasi, karena nilai-nilai seperti keadilan (adl), musyawarah (syura), dan tanggung jawab (amanah) sejalan dengan prinsip demokrasi.
Namun, Hefner juga mengingatkan adanya tantangan dari kelompok Islam eksklusif yang menginginkan penerapan hukum Islam secara formal (syariat total).
Meski demikian, Indonesia dianggap sebagai negara demokrasi Muslim paling berhasil di dunia.
Bagian II – Islam dan Kehidupan Sosial-Budaya
4. Noorhaidi Hasan – The Making of Public Islam
Hasan memperkenalkan konsep “Islam Publik” (Public Islam).
Sejak era 1990-an, dakwah dan ekspresi keislaman mulai masuk ke ruang publik lewat televisi, internet, musik, film, dan media sosial.
Ustaz, artis, dan influencer menjadi agen dakwah baru.
Islam tampil dalam bentuk yang ringan, menghibur, dan mudah diterima masyarakat modern —misalnya sinetron religi, lagu pop Islami, hingga dakwah di YouTube.
Hasan menyebut ini sebagai “komersialisasi Islam” yang bisa berdampak positif (menyebarkan nilai agama) tapi juga berisiko (menjadikan agama hanya simbol).
5. James J. Fox – Currents in Contemporary Islam in Indonesia
Fox membahas banyak “arus” Islam yang berkembang di Indonesia:
- Islam Liberal (pemikiran rasional, pluralis)
- Islam Salafi (puritan dan tekstual)
- Islam Tarbiyah (gerakan dakwah kampus)
- Islam Sufi modern (tasawuf perkotaan)
Menurut Fox, semua arus ini menunjukkan bahwa Islam Indonesia sangat plural dan dinamis.
Masing-masing menafsirkan Islam sesuai konteks sosialnya.
Inilah keunikan Indonesia: Islamnya beragam tetapi relatif damai.
6. Patricio Abinales – Transnational Islam and the State
Bab ini mengulas pengaruh gerakan Islam internasional (Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir, Jamaah Tabligh, Salafi) terhadap Indonesia.
Abinales menunjukkan bahwa globalisasi memperkuat koneksi ideologi keislaman lintas negara, tapi juga memunculkan ketegangan dengan Islam lokal (Nusantara).
Pemerintah Indonesia seringkali mengambil posisi “waspada” terhadap gerakan transnasional, terutama bila dianggap mengancam ideologi Pancasila.
Bagian III – Islam, Ekonomi, dan Budaya Populer
7. Sally White – Islamic Business and Piety in Indonesia
White meneliti ekonomi syariah dan bisnis Islami yang berkembang pesat: bank syariah, asuransi, investasi halal, hingga fashion Muslim.
Ia menyebut fenomena ini sebagai “piety capitalism” perpaduan antara religiusitas dan kapitalisme.
Bagi kelas menengah Muslim, berbisnis dengan cara syariah bukan hanya soal ekonomi, tapi juga bentuk ekspresi kesalehan dan kebanggaan identitas.
Muncul istilah “muslimpreneur”: pengusaha Muslim yang sukses secara ekonomi dan spiritual.
8. Nancy Smith-Hefner – Youth, Sexuality and Moral Anxiety
Nancy meneliti remaja Muslim di Yogyakarta dan kota besar lainnya.
Ia menemukan adanya “kecemasan moral”: generasi muda ingin hidup saleh tapi juga ingin tetap modern.
Mereka aktif di media sosial, pacaran, menonton film Barat, tapi tetap merasa bersalah secara religius.
Fenomena ini menunjukkan pergeseran nilai moral Islam di kalangan anak muda yang mencoba menyeimbangkan antara tradisi dan modernitas.
9. Julia Day Howell – Sufism and the Indonesian Middle Class
Howell mengulas kebangkitan tasawuf modern.
Banyak kaum urban mengikuti tarekat, dzikir massal, atau pengajian spiritual.
Tasawuf tidak lagi identik dengan kesunyian, tapi menjadi gaya hidup spiritual kelas menengah.
Mereka mencari ketenangan batin di tengah kesibukan modern, dan tasawuf menjadi cara baru mendekatkan diri kepada Tuhan tanpa harus keluar dari kehidupan duniawi.
Bagian IV – Islam dan Negara
10. Azyumardi Azra – Islam, the State and Civil Society
Azra menegaskan bahwa hubungan Islam dan negara di Indonesia bersifat harmonis dan saling memengaruhi.
Negara tidak bisa lepas dari nilai Islam, tetapi juga tidak tunduk pada satu tafsir keagamaan tertentu.
Islam berperan aktif dalam membentuk civil society (masyarakat madani) yang berkeadaban, demokratis, dan menghormati pluralitas.
Namun, Azra mengingatkan potensi munculnya radikalisme politik Islam jika ruang keadilan sosial tidak ditegakkan oleh negara.
11. Dewi Fortuna Anwar – Islam, Politics and Gender
Anwar mengkaji posisi perempuan Muslim di politik dan masyarakat.
Ia menemukan dua arus besar:
- Arus progresif, yang memperjuangkan kesetaraan gender, pendidikan, dan partisipasi politik perempuan.
- Arus konservatif, yang menganggap peran utama perempuan adalah di rumah tangga.
Meski demikian, ia melihat peningkatan signifikan peran perempuan Muslim di organisasi keagamaan, legislatif, dan gerakan sosial.
12. Greg Barton – Progressive Islam in Indonesia
Barton menutup buku ini dengan tema Islam Progresif.
Ia menyoroti tokoh-tokoh pembaharu seperti Nurcholish Madjid, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), dan Ulil Abshar Abdalla.
Mereka memperjuangkan Islam yang rasional, terbuka, dan pluralis, serta mengedepankan prinsip demokrasi dan hak asasi manusia.
Islam progresif dipandang sebagai arus yang membawa Islam Indonesia menuju modernitas tanpa meninggalkan nilai-nilai spiritualitas.
IV. Analisis Buku dari Tiga Perspektif
1️ Perspektif Yuridis (Hukum dan Politik)
- Buku ini menunjukkan bahwa Islam dapat hidup harmonis dengan sistem demokrasi.
- Islam di Indonesia lebih menekankan substansi keadilan dan moral, bukan formalisasi syariah.
- Peradilan agama, partai Islam, dan kebijakan syariah di daerah dilihat sebagai ekspresi politik umat Islam yang beragam.
- Fealy dan kawan-kawan menunjukkan bahwa penerapan nilai Islam di Indonesia lebih bersifat kultural daripada struktural.
2️ Perspektif Filosofis
- Filosofi dasar buku ini adalah bahwa Islam harus diekspresikan sesuai konteks zaman dan masyarakat.
- Nilai-nilai Islam seperti keadilan, kesetaraan, dan spiritualitas bisa hadir dalam berbagai bentuk — bahkan dalam ekonomi, seni, dan budaya pop.
- Buku ini juga menunjukkan bahwa keislaman tidak harus identik dengan konservatisme. Ada ruang untuk berpikir progresif dan inklusif tanpa kehilangan keimanan.
3️ Perspektif Sosiologis
- Buku ini sangat kuat secara sosiologis. Ia menggambarkan pergeseran sosial umat Islam:
dari masyarakat tradisional menuju masyarakat urban, menengah, terdidik, dan melek teknologi. - Dakwah, ibadah, dan moralitas kini menjadi bagian dari gaya hidup sosial (social lifestyle).
- Islam juga berfungsi sebagai alat legitimasi sosial dan identitas kolektif, bukan hanya kepercayaan pribadi.
V. Nilai dan Kontribusi Buku
- Menjadi referensi utama studi Islam Indonesia kontemporer.
Buku ini sering dikutip dalam riset tentang Islam moderat, radikalisme, dan perubahan sosial-keagamaan. - Menunjukkan kompleksitas Islam Indonesia.
Tidak hanya ada satu Islam, tapi banyak ekspresi — Islam pesantren, kampus, media, ekonomi, politik, dan budaya pop. - Memberikan gambaran seimbang antara keislaman dan kemodernan.
Islam tidak harus dipertentangkan dengan demokrasi dan globalisasi. - Mendorong munculnya kajian baru tentang Islam di bidang ekonomi, gender, budaya, dan media.
VI. Kelebihan dan Kelemahan
Kelebihan:
- Multidisipliner (politik, budaya, ekonomi, gender).
- Ditulis oleh pakar internasional dengan riset empiris lapangan.
- Berimbang: tidak menghakimi kelompok Islam tertentu.
- Bahasa analisisnya ilmiah tapi objektif.
Kelemahan:
- Kurang membahas Islam pedesaan atau masyarakat kecil.
- Tidak banyak memuat data kuantitatif.
- Sebagian bab memakai bahasa akademik yang sulit untuk pembaca non-akademik.
VII. Kesimpulan Umum
Secara keseluruhan, buku Expressing Islam merupakan karya monumental dalam studi Islam kontemporer di Indonesia.
Fealy dan White beserta para kontributor berhasil menunjukkan bahwa Islam di Indonesia bukan entitas tunggal, tetapi realitas sosial yang kompleks, beragam, dan terus berubah.
Buku ini mengajarkan bahwa Islam Indonesia:
- Bisa religius tanpa harus radikal,
- Bisa modern tanpa kehilangan spiritualitas,
- Bisa demokratis tanpa kehilangan identitas keislaman.
VIII. Potensi dan Manfaat Setelah Membaca Buku Expressing Islam
Membaca buku Expressing Islam bukan hanya menambah wawasan akademik, tetapi juga membuka cara berpikir baru tentang Islam Indonesia sebagai fenomena sosial, budaya, dan politik yang hidup, beragam, dan adaptif.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI