Peti yang hanyut di tepian sungai Nil itu tersangkut di sisi istana Firaun. Dan, segeralah dayang-dayang istana membuka isi peti itu. Ketika diketahui bahwa peti berisi seorang bayi laki-laki, Firaun sontak hendak membunuhnya. Akan tetapi niat Firaun itu berhasil dicegah istrinya.
Dan berkatalah istri Fir'aun: "Ia adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan ia bermanfaat untuk kita atau kita ambil ia menjadi anak." Sedangkan mereka tiada menyadari. (Q.S. Al-Qashash: 9)
Dengan skenario Rabbul Alamin maka Musa tinggal di istana Firaun. Singkat cerita, bayi itu hanya mau disusui ibu kandungnya. Maka, ibu kandungnya yang semula menghanyutkannya ke sungai kini bertemu kembali dengan bayinya.
Kedua nabi Bani Israil di atas sempat mencicipi hidup dalam kemewahan istana Mesir. Hikmahnya adalah agar Yusuf bisa dengan tenang menuntut ilmu dan menerima wahyu dari Rabbnya. Sedangkan Musa terselamatkan dari pembantaian bayi lelaki Bani Israil dengan cara yang unik.
Tetapi dari istana itu pula kedua nabi yang mulia ini diterpa fitnah dan cobaan. Ibu angkat Yusuf jatuh cinta kepadanya dan mengajaknya berzina. Karena tegas menolak, Yusuf akhirnya dijebloskan ke dalam penjara.
Sedangkan Firaun, ayah angkat Musa, adalah tirani yang harus dihadapi Musa dengan segala kezaliman dan sikap melampaui batasnya.
Sekarang tengoklah masa kecil Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wasallam.
Beliau tidak pernah tinggal di istana. Beliau tinggal beberapa tahun, sejak bayi hingga usia 4-5 tahun di perkampungan Bani Sa'ad.
Merupakan tradisi orang Arab untuk menyerahkan penyusuan dan pengasuhan bayi mereka kepada wanita-wanita dari pelosok pedesaan. Tujuannya agar bayi-bayi tumbuh dalam udara segar dan mengenal serta mempelajari bahasa Arab yang fasih.
Saat wanita-wanita pedesaan datang ke Makkah mencari bayi-bayi untuk disusui (dengan mengambil uang jasa pengasuhan dari keluarganya), mereka mengabaikan bayi Muhammad karena kondisi beliau yang yatim. Tujuan mereka adalah mendapat imbalan materi dari jasa penyusuan itu, sementara ibu dan kakek sang bayi tidaklah bisa diharapkan. Â
Halimah dari Bani Sa'ad bin Bakr nyaris pulang tanpa satu pun bayi yang akan ia susui. Namun pada akhirnya ia mengambil bayi Muhammad, semata karena tidak ada bayi yang bisa ia bawa pulang.