Mohon tunggu...
DENY FIRMANSYAH
DENY FIRMANSYAH Mohon Tunggu... Penulis - Manusia

Manusia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Teori Bakat dan Asas Manfaat

28 Agustus 2022   15:14 Diperbarui: 16 Desember 2022   18:57 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Yang terbaik dari kalian adalah yang paling bermanfaat bagi sesama. (Al-Hadis)

Semakin besar skala kebermanfaatan itu, semakin menjangkau banyak orang, semakin lama durasi atau jangka waktu manfaat itu dinikmati, kian baiklah  orangnya, menjadi yang terbaik bahkan. 

Oleh karena itu, pemetaan bakat (talents mapping) yang dikembangkan Rama Royani mempersyaratkan adanya prinsip kebermanfaatan itu, selain kaidah 4E: easy, excellent, enjoy, earn.

Bakat ialah sesuatu yang sangat mudah dilakukan, unggul hasilnya, saat dilakukan dinikmati tanpa beban dan menghasilkan pendapatan. Bakat di sini dipahami dalam konteks profesi dan pekerjaan bukan sekedar keasikan menjalani hobi atau aktivitas kegemaran.

Sebaliknya, manusia yang paling buruk adalah yang paling menimbulkan mudarat bagi orang lain: yang mengganggu, menyakiti dan mendatangkan penderitaan. Umpamanya dengan kata-kata atau tindakan kezaliman. 

Makin besar skala gangguan dan kemudaratan itu, dari segi jumlah dan intensitasnya, semakin lama durasi atau jangka waktunya, makin besar dampaknya, makin menyakitkan, maka semakin buruklah pelakunya, makin jadi the worst man in the planet.

Kalau tidak bisa memberi manfaat setidaknya tidak memicu mudarat. Yang minimal sekali: tahanlah lidahmu, tahanlah tindakanmu, dari menyakiti dan mengganggu orang lain. Itulah ciri dasar orang Islam: orang lain damai dan tidak terganggu dengan keberadaannya.

Tidak mengganggu dan tidak melukai baik dengan kata dan perbuatan ini nampaknya satu hal yang sepele tetapi kadang sulit dikendalikan.

Melakukan sesuatu menuntut waktu dan energi, tidak melakukan sesuatu rupanya juga menuntut kemauan dan pembiasaan. Semua kegiatan yang dibiasakan -baik yang dilakukan atau yang ditinggalkan-- akan menyatu, menjadi organik, secara lahir dan batin, kemudian menjadi akhlak. 

Akhlak adalah respon otomatis yang keluar manakala ada stimulus, tanpa pikir panjang atau perenungan.

Nyatanya, dunia tidak hanya terdiri dari orang-orang baik yang kalem, saleh, senang membantu dan engga neko-neko, tetapi juga orang-orang arogan, egosentris, hasad, munafik, feodal dan selapisan besar orang-orang usil. Menunjukkan bahwa ada sebagian besar orang yang terbiasa bersikap dan berperilaku positif, dan yang sebaliknya.

Asas Manfaat

Ilmu yang menimbulkan mudarat bagi pemiliknya dan orang lain adalah ilmu sihir, utamanya yang melibatkan setan dan jin. 

Sedangkan ilmu yang paling bermanfaat adalah ilmu agama, jika ia benar-benar diamalkan dan diajarkan secara tulus hati (ikhlas). Ilmu-ilmu lain beredar di antara dua jenis ilmu ini, dalam kadar manfaat dan mudarat yang ditimbulkan.

Asas manfaat yang murni dalam artian 'memanfaatkan' semata-mata untuk kepentingan sesaat ibarat pertemanan di dunia politik. Dunia politik meniru dunia anak-anak: hari ini musuhan besok bergandeng tangan. Tergantung kepentingan. Koalisi dan oposisi dilakoni tergantung ke mana arah angin berhembus.

Menurut teori bakat, orang yang sering dimanfaatkan orang lain sebenarnya berbakat dan berpotensi melakukan pekerjaan-pekerjaan yang bersifat pelayanan (service) misalnya pekerja sosial, perawat. Sedangkan yang suka memanfaatkan orang lain berbakat menjadi pemimpin atau politisi.

Memang, pihak yang 'memanfaatkan' bisa saja bertindak semena-mena. Adapun yang dimanfaatkan berisiko dibuang ke tong sampah. Sebagaimana pepatah: habis manis sepah dibuang. 

Memanglah semua relasi manusia dibangun berdasar asas manfaat itu. Pegawai bekerja di perusahaan karena ingin memperoleh kesejahteraan. Sedangkan perusahaan juga ingin menangguk kesejahteraan yang lebih besar untuk para pimpinan. Baik pimpinan dan karyawan berada dalam hubungan saling mengambil manfaat.

Manusia membina hubungan karena saling butuh.  Bahkan para pekerja sosial dan relawan sebenarnya mengambil manfaat buat diri mereka sendiri dengan menolong orang lain. Dengan menolong mereka membahagiakan diri sendiri. 

Dengan membantu yang lemah mereka menjadi semakin kuat. Bahkan yang bersedekah juga ngarep agar sedekahnya kembali dalam bentuk kebaikan yang berlipat ganda. Semua kegiatan manusia pada hakikatnya adalah transaksional (material atau spiritual). Hanya Allah Yang Maha Kuasa yang tidak membutuhkan apapun dari makhluk-Nya.

Dalam realitas hidup yang tidak selalu hitam putih, pihak yang tampaknya menebar manfaat ternyata mengambil manfaat lebih banyak dari pihak yang diberi manfaat, sering dengan cara yang manipulatif. Para pengumpul dana umat tampaknya melayani umat, ternyata memanipulasi dana umat.

Dalam beragama individu menampakkan kepada orang lain bahwa ia sedang beribadah kepada Tuhan ternyata ingin dilihat dan didengar sebagai orang yang tekun beribadah, orang yang religius. Ia bukan orang religius sesungguhnya, tetapi sedang membangun reputasi pribadi.

Yang seharusnya menegakkan hukum ternyata 'pengaman' dari para pelanggar hukum, mafia hukum. Seperti memberantas preman, padahal dia preman nomor satu. Sedangkan masyarakat kelas bawah cukup dikibuli dengan pencitraan.

Hukum seperti sandiwara yang bisa diatur skenarionya, dengan cara sogok sana, kasih amplop ke sini. Dengan permainan kata dan silat lidah. Dengan lobi-lobi di belakang layar. Dengan bermain dan mempermainkan pasal-pasal. Hukum bisa dibuatkan untuk kepentingan 'korporasi' dan regulasi bisa 'dipesan'. Suara kritis bisa dibungkam dengan amplop. Hukum adalah industri.

Dalam suatu organisasi kapitalis berciri feodal, asas manfaat adalah prinsip pertama dalam membina relasi sosial. Manusia tidak lebih dari alat produksi. Loyalitas dan dedikasi bisa hambur bagai debu.

Pertemanan dan persahabatan seakan berubah menjadi arena perpolitikan. Asas manfaat yang mestinya berdimensi dunia-akhirat menciut menjadi kepentingan naik pangkat, kompetisi nama baik, persaingan dan akumulasi prestasi pribadi, di saat ini dan di sini.

Karena itu, menjilat dan mencari muka menjadi kultur yang mendarah daging. Yang terpenting adalah keselamatan dan reputasi pribadi. Kawan sendiri tak apalah dijatuhkan, demi meraih ridho direksi.

Kultur negatif ini bukan tidak bisa di-recovery, selama masih ada hati nurani. Nurani yang tumpul butuh diperbarui, pertama -tama dengan mengakui kesalahan dan selanjutnya adalah revolusi struktural alias penjungkirbalikan budaya lama secara total dan murni.

Jika tidak, akibat dan kenyataan pahit jua terpaksa ditelan sebagai pengalaman, yang  harganya kelewat mahal.

Wallahu a'lam.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun