Mohon tunggu...
Deni Mildan
Deni Mildan Mohon Tunggu... Lainnya - Geologist

Geologist | Open Source Software Enthusiast | Menulis yang ringan-ringan saja. Sesekali membahas topik serius seputar ilmu kebumian | deni.mildan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Mampir

2 Juni 2018   21:08 Diperbarui: 22 Mei 2021   11:55 642
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: izzamedia.blogspot.com

Tidak. Bukan begitu. Meskipun kami duduk bersebelahan, kami sama sekali tidak membuat janji untuk datang bersama. Aku tertahan lebih lama karena kenal baik dengan Rana, adik perempuannya, dan ibunya. 

Ayu, teman semasa TK, dan rumahnya memang tidak jauh dari sini. Wajar saja jika ia baru datang ke resepsi pernikahan Rana saat hampir tengah hari. Ibu Aisah, ibunya Rana tersenyum sambil menggerakkan sepasang bola matanya ke arahku dan Ayu bergantian. Sejak awal aku sudah bisa menduga maksud raut wajah itu

Rana pasti pernah menceritakan sejarah singkatku dengan teman sekelasku 10 tahun lalu ini. Itulah penjelasan paling logis dari pertanyaan yang ia lontarkan barusan.

"Eh, ibu kira kalian berdua . . ."

"Ahaha, bukan Bu", langsung kupotong rangkaian kalimat Bu Aisah sebelum rampung.

Suasana berubah canggung. Otak seketika berhenti memerintah mulut dan kerongkongan untuk bersuara. Senyum manis yang terbungkus kerudung panjang biru tua itu merekah. Tidakkah dirimu merasa canggung juga?

Di sebuah kedai kopi, tiga bulan lalu Rana mendesakku untuk menceritakan siapakah wanita yang tengah mengganggu pikiranku beberapa bulan belakangan. Ia begitu bersemangat. 

Semula aku akan tetap membuat namanya menjadi rahasia. Setidaknya niat itu bertahan selama 15 menit. Setelah yakin tidak ada orang yang kukenali di kedai kopi itu, aku lantas buka suara. Sedikit petunjuk dan Rana dengan mudahnya menebak.

"Ayu?"

Selamat tebakanmu benar. Ialah gadis yang diam-diam kuperhatikan gerak-geriknya sejak awal tahun lalu. Meski berpenampilan sederhana, Ayu berhasil menarik perhatianku. Berawal dari obrolan santai yang biasa saja. Tak lama aku menyadari bahwa ada keinginan untuk menjadikannya sebagai pendamping.

"Tapi ada masalah, Na", ceritaku berlanjut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun