Mohon tunggu...
Deni Miftarani
Deni Miftarani Mohon Tunggu... Mahasiswa

Saya seorang mahasiswa aktif STIE IEU Yogyakarta dengan jurusan D3 Manajemen Pemasaran.

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

Reskilling atau Bangkrut: Selamatkan Bisnis dari Badai Digital!

10 Oktober 2025   15:25 Diperbarui: 10 Oktober 2025   16:20 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Artificial Intelligence. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Gerd Altmann

Menyediakan modul hiper-personalisasi: Daripada mengirim seluruh tim untuk kursus full-stack yang luas, hanya individu yang kekurangan serverless computing yang menerima modul tersebut. Ini menghemat waktu, menghilangkan konten yang berulang, dan memastikan setiap jam pelatihan secara langsung mengatasi kekurangan krusial. Pendekatan ini adalah fondasi efisiensi upskilling (MIT Sloan Review, 2024).

B. Mengintegrasikan Pembelajaran ke Alur Kerja (Learning in the Flow of Work)

Dalam lingkungan kerja yang serba cepat, proses belajar harus berlangsung tanpa mengganggu produktivitas. Karyawan tidak punya waktu untuk meninggalkan tugas utama, sehingga pembelajaran harus disuntikkan langsung ke dalam perangkat kerja harian mereka.

Pelatihan Just-in-Time (JIT Training) berbantuan AI: Mengembangkan tool tips yang pintar, panduan pop-up, atau asisten AI generatif internal yang dapat menyajikan instruksi mikro-pembelajaran saat seorang karyawan melakukan kesalahan atau memulai tugas baru. Contoh: Ketika seorang analis membuka dashboard baru, asisten AI muncul untuk memberikan ringkasan interpretasi metrik secara instan.

Menciptakan budaya Peer-to-Peer Coaching yang dihargai: Memberikan penghargaan dan kompensasi secara formal kepada karyawan ahli yang bersedia mengalokasikan waktu untuk melatih rekan kerja mereka. Program peer-to-peer coaching ini memanfaatkan keahlian internal yang paling relevan dan mengurangi ketergantungan pada penyedia pelatihan eksternal yang mahal (Bersin by Deloitte, 2023).

C. Menetapkan Otonomi Belajar Sebagai Kewajiban Kerja

Perusahaan harus secara eksplisit mengakui bahwa pengembangan digital merupakan bagian integral dari tanggung jawab kerja, bukan sekadar aktivitas yang dilakukan secara sukarela di luar jam kantor.

Alokasi jam kerja khusus: Mengalokasikan waktu resmi, seperti empat jam per minggu, yang didedikasikan sepenuhnya untuk pembelajaran mandiri yang didorong oleh kebutuhan keterampilan yang dipersonalisasi. Waktu ini harus dihormati dan dihitung sebagai bagian dari kontribusi produktif.

Keterkaitan dengan pengukuran kinerja: Hasil pembelajaran (penyelesaian kursus, perolehan sertifikasi, proyek baru yang berhasil) harus diintegrasikan ke dalam evaluasi kinerja tahunan. Dengan menjadikan pembelajaran sebagai metrik kinerja yang diwajibkan, manajemen menyampaikan pesan yang tegas: stagnasi adalah kegagalan karir. Taktik ini mengukuhkan budaya Continuous Learning (Accenture, 2025).

V. KESIMPULAN (PERINGATAN DAN TINDAKAN)

Badai digital kini bukan lagi prediksi masa depan, melainkan kenyataan yang sedang menguji daya tahan setiap perusahaan. Kesenjangan keterampilan digital telah menjadi titik lemah strategis yang, jika diabaikan dapat menghancurkan organisasi bahkan tanpa adanya krisis ekonomi eksternal. Reskilling dan upskilling bukan sekadar strategi cerdas, tetapi telah menjadi bentuk ketahanan vital yang wajib dimiliki tenaga kerja agar bisnis tetap bertahan (Harvard Business Review, 2023).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun