Maka begitulah. Bapak mengajak saya serta untuk mencari rawon. Karena hanya saya yang suka. Dengan mengendarai sepeda onthel, bapak membawa saya keliling.
Dulu tidak mudah mencari makanan yang diinginkan. Apalagi semacam rawon yang mungkin hanya orang Jawa Timur yang suka. Sehingga kami keliling mencari penjual rawon. Â
Kalau sekarang sih praktis. Bisa pesan secara online. Dulu tidak seperti itu. Mata mesti jeli melihat tulisan di setiap tempat makan yang dilalui. Barangkali ada yang menjual rawon.
Di sepanjang jalan yang kami lalui bapak menawarkan makanan yang dilihatnya.
"Kamu mau itu? Atau beli kue ini?"
Saya tidak lantas mengiyakan. Sebab belum mendapatkan rawon yang diinginkan. Begitu sudah dapat yang dicari barulah saya mau membeli kue-kue yang dilihat sepanjang jalan.
Ketika menemukan penjual rawon, bapak mengajak saya makan di tempat terlebih dulu. Kalau bahasa Jawanya ngandok.
"Kita ngandok dulu. Nanti yang dibungkus lain lagi."
Maka begitulah. Saya dan bapak menikmati nasi rawon sambil bercerita masa-masa kami di Surabaya. Tak lupa bapak menceritakan juga masa kecilnya dan teman-teman baik bapak yang kerap mentraktir makan rawon.
Sepulang dari ngandok nasi rawon kami pulang sambil membeli beberapa makanan lagi. Enaknya jalan-jalan dengan bapak seperti itu. Apa yang dilihat ditawari. Apa yang saya mau dibeli.
Setelah sampai rumah kami digremengi (bhs. Jawanya diceramahi) oleh ibu.