Mohon tunggu...
Erni Purwitosari
Erni Purwitosari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Pesepeda dan pemotor yang gemar berkain serta berkebaya. Senang wisata alam, sejarah dan budaya serta penyuka kuliner yang khas.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Cerita untuk Anak] Si Kukuk yang Malang

18 Januari 2020   09:36 Diperbarui: 24 Januari 2020   09:12 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar by ebookanak.com

Pagi itu suasana begitu cerah. Langit berwarna biru. Awan terlihat putih cemerlang. Matahari bersinar dengan terang. Sinarnya menerobos hingga masuk ke hutan yang tertutup oleh rimbunnya pepohonan.

Hutan rimba yang biasanya gelap menjadi terang oleh pancaran sinar mentari. Seluruh penghuni hutan menyambut gembira suasana tersebut.

Tutu si tupai bergigi tajam melompat dari satu pohon ke pohon lain mencari dan mengumpulkan makanan. Segerombolan semut beriringan mengumpulkan makanan untuk dibawa ke sarangnya.

Burung, ular, harimau dan hewan lainnya sibuk dengan urusan masing-masing. Mereka semua bekerja mencari dan mengumpulkan makanan.

Suasana pagi yang cerah dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh seluruh penghuni hutan. Ada satu hewan yang terlihat santai di dalam sarangnya. Menikmati cerahnya sinar mentari dengan bermalas-malasan di sarang sambil menikmati makanan yang tersedia.

Hewan itu adalah si Kukuk. Seekor burung yang dikenal pemalas.

"Hai, Kukuk. Kamu tidak keluar untuk mencari makan?" tanya Tutu saat melintas di depan sarang si Kukuk.

"Untuk apa? Makananku masih ada," sahut si Kukuk dengan santainya.

"Ya, untuk persediaan. Mumpung cuaca sedang cerah. Karena cuaca sedang tidak menentu," kata si  Tutu memberi saran.

Tetapi Kukuk tidak menggubris saran Tutu. Ia tetap saja santai-santai menikmati makanannya. Sepanjang hari hanya itu yang dilakukan si Kukuk. Makan lalu tidur.

Waktu terus bergulir. Tak terasa matahari sudah tergelincir ke arah barat. Pertanda senja akan segera turun. Namun cuaca yang memang sedang tidak menentu seperti yang dikatakan si Tutu, membuat langit senja yang biasanya merah merona mendadak terlihat gelap gulita. 

Langit hitam tertutup mendung. Para penghuni hutan yang sejak pagi sibuk mengumpulkan makanan bergegas pulang. Kembali ke sarang masing-masing. 

"Duh, bagaimana ini? Makananku habis. Tapi cuaca di luar gelap gulita. Pertanda hujan deras akan segera turun," ujar si Kukuk dengan nada cemas. 

Ia terlihat mondar-mandir di depan sarangnya. Terbang sebentar, tak lama kemudian segera hinggap kembali di sarang. Ragu-ragu untuk terbang jauh karena melihat langit yang gelap gulita. Padahal malam belum juga turun menyelimuti bumi. 

Si Tutu menjembulkan kepalanya dari lubang persembunyian (baca:sarang).

"Hai, Kukuk! Apa yang sedang kamu lakukan di luar?  Kenapa kamu kelihatan bingung sekali," tanya Tutu.

"Aku lapar. Makananku habis. Saat aku ingin keluar mencari makan ternyata mendung. Langit gelap sekali. Sepertinya akan hujan deras."

"Loh! Kamu tidak mencari makanan sedikit pun sepanjang hari ini" tanya Tutu lagi.

"Tidak. Aku tertidur. Ketika terbangun dan perutku merasa lapar, aku hendak keluar untuk mencari makan. Ternyata hari akan hujan," sahut Kukuk tersedu.

"Kamu sih tidak mendengarkan nasihatku. Aku kan sudah bilang kalau cuaca sedang tidak menentu. Jadi manfaatkan waktu sebaik-baiknya saat cuaca cerah," gerutu Tutu.

Tutu merasa kasihan melihat si Kukuk. Tetapi sekaligus kesal. Karena Kukuk tidak mau mendengarkan nasihatnya.

"Ini memang salahku. Saat semua penghuni hutan sibuk bekerja, aku malah bermalas-malasan. Bahkan tidur dengan nyenyaknya."

"Itu akibat kamu kekenyangan jadinya mengantuk. Apa kamu tidak memikirkan nasib anak-anakmu? Bagaimana kalau mereka merasa lapar malam nanti. Apa yang akan kamu berikan pada mereka, Kuk?"

"Aku tidak mengerami mereka. Aku letakkan telur-telurku di sarang lain. Jadi aku tetap sendiri. Mencari makan untuk diri sendiri."

"Ya ampun Kukuk. Tega sekali dirimu. Tidak mau repot-repot mengerami bakal anak-anakmu. Orang tua macam apa kamu ini," hardik Tutu.

Kukuk terdiam. Ia menunduk dengan raut sedih.

"Iya. Aku salah. Aku terlalu egois. Aku menyesal sekali, Tu," sahut Kukuk dengan nada menyesal.

"Maaf, aku tidak bisa membantumu. Makanan kita berbeda."

"Tidak apa-apa. Terima kasih atas nasihatmu. Aku akan mencari makan mumpung belum hujan," kata Kukuk.

Si Kukuk pun segera terbang untuk mencari makanan.

"Hati-hati, Kukuk," teriak Tutu.

Penghuni hutan terkejut mendengar teriakkan Tutu. Mereka menjembulkan kepalanya ingin tahu apa yang terjadi sehingga Tutu berteriak sedemikian keras.

"Ada apa, Tu? Kenapa dengan si Kukuk? Kenapa ia pergi dalam cuaca seperti ini?"

Tetapi Tutu tidak suka bergunjing. Ia hanya menjawab singkat sambil tersenyum dan masuk ke sarangnya.

"Tidak ada apa-apa. Biasalah si Kukuk. Ayo masuk kembali ke sarang masing-masing. Hujan mulai turun, nih."

Penghuni hutan menatap kepergian si Kukuk dengan penuh tanda tanya. Kemudian mereka saling berpandangan dan mengangkat bahu tanda tak mengerti. 

Hanya Tutu yang mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi pada si Kukuk. Si Kukuk yang malang. Yang harus menanggung derita akibat malas bekerja. (EP)

Inspirasi by IDN TIMES (10 Hewan Terbalas di Dunia, Tidurnya sampai 20 Jam Setiap Hari)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun